Indahnya Kebersamaan

Indahnya Kebersamaan

Selasa, 12 Mei 2015

Sosbud 2

PERAN SOSIAL BUDAYA DALAM MEMBENTUK KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

 A.   Pengertian Sosial Budaya
Sosial mengacu pada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu  dengan masyarakat. Unsur sosial merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek ini telah ada sejak, manusia dilahirkan.
Ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya disebut sosiologi, selain mempelajari cara manusia berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya serta susunan dan keterkaitan unit-unit masyarakat atau unit sosial dalam suatu wilayah. Dapat pula dikatakan ilmu  ini merupakan analisa ilmiah terhadap proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.
Kegiatan pendidikan merupakan proses interaksi antara dua individu,dua generas iyang memungkinkan generasi muda  dalam lembaga yang disebut sekolah. Sekolah sengaja dibentuk oleh masyarakat agar pola dan kegiatan pendidikan semakin intensif.
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan
Interaksi ini terjadi dalam dunia persekolahan sebagai bagian kecil dari masyarakat pendidikan yang membentuk karakter peserta didik. Dari interaksi sosial ini akan memunculkan budaya-budaya, seperti : budaya berpakaian, budaya bertingkah laku, budaya berkarakter, budaya belajar, budaya menulis, budaya mendengarkan, budaya mengajar, serta budaya-budaya yang lain yang terjadi dari interaksi sosial tersebut.
Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antar masyarakat, aspek individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi matang. disamping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan.
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat,dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan,1989) Fungsi kebudayaan dalam kehidupan manusia :
a.    Penerus keturunan dan pengasuh anak
b.    Pengembangan kehidupan berekonomi
c.    Transmisi budaya
d.    Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha esa
e.    Pengendalian social
f.     Rekreasi
Perubahan kebudayaan disebabkan oleh
a. Originasi atau penemua-penemua baru
b. Difusiataupercampuran budaya baru dengan buday
c. Reinterpretasi atau modifikasi kebudayaan agar sesuai dengan keadaan

Untuk membuat kebudayaan, termasuk pendidikan di masyarakat, sebagai sesuatu yang tidak selalu disadari oleh pendidik, menjadi wadah proses belajar sehingga anak dapat berkembang wajar sejak awal, membutuhkan sejumlah pembenahan, yaitu :
1.  Kerjasama orang tua, masyarakat, dan pemerintah dalam memperbaiki pendidikan ditingkatkan.
2.   Pendidikan nonformal dan pendidikan  informal, ditangani secara  serius,  paling sedikit sama intensitasnya dengan penanganan pendidikanjalurformal.
3.  Kebudayaan, terutama tayangan televisi, yang paling banyak pengaruhnya terhadap perkembangan anak dan remaja, perlu ditangani dengan.
4.    Kebudayaan-kebudayaan negatif yang lain perlu dihilangkan dengan berbagai cara.
Dalam perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting dalam dunia pendidikan yaitu :
a.   Mewujudkan masyarakat yang cerdas
Yaitu masyarakat yang pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan dapat demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bangsa.
b.   Transmisi budaya
Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
c.    Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu perilaku menyimpang dan menyimpang terjadinya perilaku menyimpang. Pengendalian sosial juga berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan lembaga pendidikan.
d.   Meningkatkan Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME
Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
e.    Analisis Kedudukan Pendidikan dalam Masyarakat
Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyrakat.
Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai mahluk budaya yaitu mahluk yang diberkati kemampuan untuk menciptakan kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan dan fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan niali-nilai kebudayaan dari generasi yang satu ke generasi yang berikutnya.
Pendidikan sebagai proses adalah suatu kegiatan memperoleh dan menyampaikan:
1.   Nilai-nilai sosial budaya bangsa adalah nilai-nilai yang kita jungjung tinggi,kita amalkan, kita amankan adalah nilai-nilai yang  taat dalam pancasila. Dengan demikian nilai-nilai hidup kita adalah nilai keagamaan nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial.
2.   Kesadaran aspirasi pandangan hidup, cita-cita nasional dan tanggung jawab pendidikan merupakan adanya kesadaran terhadap semua hal (aspirasi pandangan hidup, cita-cita nasional, dan tanggung jawab pendidikan) merupakan kunci pokok dari keberhasilan usaha mencapai tujuan.
3.     Dinamika ilmu pengetahuan teknologi dan ekonomi.
Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kebudayaan manusia yang diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau pengembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan anak.

B.  Pengertian Pembentukan Karakter
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yag lain; tabiat; watak. Berkarakter artinya mempunyai tabiat; mempunyai kepribadian; watak (W. J. S Poerwadarminta. 1926: 669).
Hermawan Kertajaya mengemukakan bahwa karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut. Dan merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar dan merespons sesuatu. Ciri khas inipun yang diingat oleh orang lain tentang orang tersebut dan menentukan suka atau tidak sukanya mereka terhadap sang individu. Karakter memungkinkan perusahaan atau individu mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan karena karakter memberikan konsistensi, integritas dan energi (M. Furqon Hidayatullah. 2010: 13).
Sedangkan menurut Hamka karakter adalah watak atau sifat, fitrah yang ada pada diri manusia., (Hamka Abdul Aziz. 2011: 73).
Karakter  (character)  mengacu pada serangkaian sikap (attitues), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi  secara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika. Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik (Victor Battistich. 2007)
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan istilah karakter, diantaranya yaitu:
a. Karakter: watak atau sifat, fitrah yang ada pada diri manusia yang    terikat dengan nilai hukum dan ketentuan tuhan. Bersemayam dalam diri seseorang sejak kelahirannya. Tidak bisa berubah, meski apapunyang terjadi. Bisa tertutupi dengan berbagai kondisi (Hamka Abdul Aziz. 2011: 48).
b. Tabiat: sifat, kelakuan, perangai, kejiwaan seseorang yang bisa berubah-ubah karena interaksi sosial dan sangat dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan. Sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia yanpa dikehendaki dan tanpa diupayakan (M. Furqon Hidayatullah. 2010: 11).
c. Adat: sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yakni berdasarkan keinginan.
d.  Kepribadian: tingkah laku atau perangai sebagai hasil bentukan dari pendidikan dan pengajaran baik secara klasikal atau non formal. Bersifat tidak abadi, karena selalu berhubungan dengan lingkungan (Hamka Abdul Aziz. 2011: 50).
e. Identitas: alat bantu untuk mengenali sesuatu. Sesuatu yang bisa digunakan untuk mengenali manusia.
f.  Moral: ajaran tentang budi pekerti, mulia, ajaran kesusilaan. Moralitas adal adat istiadat, sopan santun, dan perilaku (Bambang Mahirjanto. 1995: 414).
g. Watak: sifat batin manusia yang mempengaruhi pikiran dan prilaku.  Cakupannya meliputi hal-hal yang menjadi tabiat dan hal0hal yang diupayakan hingga menjadi adat(Bambang Mahirjanto. 1995: 572).
h. Etika: ilmu tentang akhlak dan tata kesopanan; peradaban atau kesusilaan. Menurut Ngainum dan Achmad yaitu, Pertama; nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, merupakan “sistem nilai” yang bisa berfungsi dalam kehidupan seseorang atau kelompok sosial. Kedua; kumpulan asas atau nilai moral, atau kode etik. Ketiga; ilmu tentang baik dan buruk(Ngainun Naim dan Achmad Sauqi: 113).
i.  Akhlak: budi pekerti atau kelakuan, dalam bahasa arab; tabiat, perangai, kebiasaan. Ahmada mubarok mengemukakan 2001; 14 mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaaan batin seseorang yang menjadi seumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung dan rugi.
j.  Budi pekerti: perilaku, sikap yang dicerminkan oleh perilaku      (M. Furqon Hidayatullah. 2010: 11).
Lingkungan  sosial  dan  budaya  bangsa  adalah  Pancasila;  jadi  pendidikan  budaya  dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya  dan  karakter  bangsa  adalah  mengembangkan  nilai-nilai  Pancasila  pada  diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter  kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi Insan Kamil (Masnur Muslich. 2011: 84)
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pembangunan karakter adalah prose membentuk karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik.

C.  Penertian Peserta Didik
Menurut DR. H Syarif Hidayat,M.Pd, peserta didik adalah anak, individu yang tergolong dan tercatat sebagai siswa di dalam satuan pendidikan.
Setiap individu dikatakan sebagai peserta didik apabila ia memasuki usia sekolah. Usia 4-6 tahun di taman kanak-kanak, Usia 6-7 tahun di sekolah dasar, usia 13-16 tahun di SMP, usia 16-19 di SLTA.
Dalam kaitanya dengan kepentingan pendidikan peserta didik harus ditempatkan sebagai pribadi yang utuh, sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial, sabagi kesatuan jasmani dan rohani.
Peserta didik sebagai obyek dari sangat urgen untuk diperhatikan dari berbagai faktor, faktor tersebut adalah sebagai individu dan karaktristiknya.
Dari uraian tersebut di atas akibat globalisasi tentunya membawa pengaruh terhadap suatu negara termasuk Indonesia, khususnya terhadap perkembangan moral peserta didik. Pengaruh negatif globalisasi yang berkaitan dengan perkembangan moral peserta didik antara lain dalam bidang budaya dan sosial, banyak dikalangan remaja telah hilang nilai-nilai nasionalisme bangsa kita, misalnya sudah tidak kenal sopan santun, cara berpakaian, dan gaya hidup mereka cenderung meniru budaya barat. Munculnya sikap individualisme, kurang peduli terhadap orang lain sehingga sikap gotong royong semakin luntur.
Untuk mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme bangsa kita, khususnya terhadap perkembangan moral peserta didik maka perlu dilakikan langkah-langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi perkembangan moral peserta didik antara lain: 1. menanamkan sikap kepada peserta didik untuk mencintai produk dalam negeri melalui pembelajaran di sekolah 2. menumbuhkembangkan nilai pancasila yang merupakan dasar negara kita terhadap peserta didik 3. menanamkan dan melaksanakan ajaran agama tidak hanya tanggung jawab guru agama, melainkan merupakan tanggung jawab oleh semua guru bidang studi 4. menginformasikan kepada peserta didik untuk menyeleksi arus globalisasi dalam segala bidang, melalui pembelajaran.
Dengan cara mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi terhadap perkembangan moral peserta didik, diharapkan peserta didik yang nantinya merupakan sumber daya manusia yang akan datang terhindar dari budaya barat yang tidak relevan dengan nilai-nilai nasionalisme dan cita-cita luhur bangsa kita yang telah digariskan dalam Undang-Undang Negara Indonesia.
Usaha menumbuhkan karakter positip pada anak dapat dimulai sedini mungkin, strategi pembelajaran moral perlu mengupayakan peningkatan kemampuan siswa yang berkaitan dengan moral. Asri Budiningsih berpendapat bahwa salah satu upaya untuk mengatasi masalah-masalah moral di kalangan remaja adalah mengembangkan teori-teori dan model-model atau strategi pembelajaran moral yang berpijak pada karakteristik siswa dan budayanya. Penulis sependapat dengan Budiningsih. Hal ini akan memudahkan pemahaman siswa terhadap kualitas moral seseorang, karena karakteristik siswa merupakan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa untuk kepentingan pembelajaran moral termasuk pemahaman moral dan tindakan moral yang tercermin pada peran sosialnya.
Uraian tersebut di atas senada dengan pendapat Prof Wardani bahwa karakter tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya karena karakter terbentuk dalam lingkungan sosial budaya tertentu. Dalam hal ini para guru di sekolah dan orang tua harus saling mengisi untuk menumbuhkan karakter positip pada anak melalui pembelajaran yang berkaitan dengan pendidikan agama sehingga generasi mendatang bangsa kita menjadi bangsa yang beriman berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar