ILMU
DAN KEBUDAYAAN
A.
Pengertian Manusia dan Kebudayaan
Kebudayaan
didefinisikan untuk pertama kali oleh E. B. Taylor padatahun 1871, lebih dari
seratus tahun yang lalu, dalam bukunya Primitive culture di mana kebudayaan
diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Meskipun pada tahun
1952 Kroeber dan Kluckholn menginventarisasikan lebih dari 150 definisi tentang
kebudayaan yang di hasilkan oleh publikasi tentang kebudayaan selama lebih
kurang tiga perempat abad 3) namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang
bersifat prinsip dengan definis ipertama yang dicetuskan Taylor. Kuntjaraningrat
(1974) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang
terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian
serta sistem teknologi dan peralatan.
Manusia dalam
kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup
inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu,
kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar
hidupnya.Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan
namun juga dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah, dalam
konteks ini, yang memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang. Maslow
mengidentifikasikan lima kelompok kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisiologi,
rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Binatang kebutuhannya
kepada dua kelompok pertama dari kategori Maslow yakni fisiologis dan rasa aman
serta memenuh kebutuhan ini secara Sedangkan manusia tidak mempunyai kemampuan
bertindak otomatis yang berdasarkan instink tersebut dan oleh sebab itu dia
berpaling kepada kebudayaan yang mengajarkan cara hidup. Pada hakikatnya
menurut Maviesdan John Biesanz, kebudayaan merupakan alat penyelamatan
(survival kit) kemanusiaan di mukabumi.
Ketidak mampuan manusia
untuk bertindak instink diimbangi oleh kemampuan lainya yakni ki, bersifat
fisik. Kemampuan belajar ini dimungkinkan oleh berkembangnya inteligensi dan
berpikir simbolik. Terlebih-lebih lagi manusia mempunyai budiya ini merupakan
poly kejiwaan yang di dalamnya terkandung. "dorongan hidup yang dasar,
inseting, perasaan, denganpikiran, budi inilah yang menyebabkan manusia
mengembang.
Nilai-nilai budaya ini
adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Di
samping nilai-nilai budaya ini kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup
yang merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang
dikandungnya. Pada dasarnya tata hidup merupakan pencerminan yang kongkret dari
nilai budaya yang bersifat abstrak: kegiatan manusia dapa tditangkap oleh
pancaindera Sedangkan nilai budaya hanya tertangguk oleh manusia. Di samping
itu make nilai budaya dan tata hidup ditopang oleh perwujudan kebudayaan yang
ketiga yang berup kebudayaan. Sarana kebudayaan ini pada dasarnya merupakan
judan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari kebudayaan atau alat yang
memberikan kemudahan dalam berkehidupan.
Keseluruhan faset dari
kebudayaan tersebut di atas sangat berbungannya dengan pendidikan sebab semua
materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia secara sadar
lewat proses belajar. Lewat kegiatan belajar inilah diteruskan kebudayaan
darigenerasi yang situ kepada generasi selanjutnya Dengan demikian make kebudayaan
diteruskan dari waktu kewaktu, kebudayaan yang telah lalu bereksistensi pada
masa kini dan kebudayaan masa kini disampaikan kemasa yang akan datang. Atau,
menurut Alfred Korzybski, kebudayaan mempunyai kemampuan mengikat waktu.
Tanaman mengikat bahan-bahan kimiawi, binatang mengikat ruang, tetapi hanya
manusia seorang yang mampu mengikat waktu.
Dalam kaitan pendidikan
dengan kebudayaan inilah akan dicoba dikaji beberapa masalah pokok yang patu
tmendapatkan perhatian. Pengajian ini ditujukan untuk menyelami beberapa
gejala yang mempunya pengaruh penting dalam proses pendidikan kita. Masalah ini
akan didekati dari segi nilai-nila budayi sebab obyek inilah yang
merupakandasar ideal bagi perwujudan kebudayaan lainnya.
Banyak definisi
kebudayaan yang disampaikan oleh para ahli, sebagiannya adalah :
Kebudayaan adalah hasil
karya cipta (pengolahan, pengerahan, dan penghargaan terhadap alam) oleleh
manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, imajinai,
dan fakultas-fakultas ruhaniah lainnya) dan raganya, yang menyatakan dalam
pelbagai kehidupan ruhaniah ataupun kehidupan lahiriah manusia, sebagai jawaban
atas segala tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra diri manusia dan ekstra
diri manusia, menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan (spiritual
dan material) manusia, baik “individu” maupun “masyarakat.”
Soenarjo kolopaking
dalam prasarannya “kebudayaan, Masyarakat, dan perekonomian”, dalam kongres
kebudayaan Indonesia akhir Agustus 1948 mengatakan: “kebudayaan atau cultur
adalah totalitar daripada milik dan hasil usaha (prestatie) manusia yang
diciptakan oleh kekuatan jiwanya dan oleh proses saling mempengaruhi antara
kekuatan-kekuatan jiwa tadi dan antara jiwa manusia yang satu dengan yang
lainnya.
Kebudayaan adalah hasil yang nyata dari pertumbuhan dan perkembangan rohani dan
kecerdasan suatu bangsa.
Pada tahun 1871, E.B.
Tylor dalam bukunya “Primitive Culture”
mendifiniskan kebudayaan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan , seni, moral,
hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Kemudian pada tahun
1952, Kroeber dan Kluckholn menginventarisir lebih dari 150 definisi
tentang kebudayaan yang dihasilkan oleh publikasi tentang kebudayaan selama
kurang lebih tiga perempat abad, namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan
yang bersifat prinsip dengan definisi pertama yang dicetuskan Taylor. Pada
tahun 1974 Kuntjaraningrat membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri
dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan,
sistem pengetahuan, bahasa, kesenian,
sistem mata pencaharian, serta sistem tekhnologi dan peralatan.
Ø Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Dalam kehidupannya
manusia mempunyai banyak sekali kebutuhan maka hal inilah yang mendorong
manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan ini manusia berbeda dengan binatang,
kebudayaanlah dalam konteks ini yang memberikan garis pemisah antara manusia
dan binatang. Maslow mengindentifikasikan lima kelompok kebutuhan manusia yakni
kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi.
Sementara binatang kebutuhannya terpusat pada dua klompok pertama dari kategori
maslow yakni kebutuhan fisiologis dan rasa aman dan memenuhi kebutuhan ini
secara instinktif. Karena manusia tidak mempunyai kemampuan bertindak secara
otomatis yang berdasarkan instink tersebut maka manusia berpaling kepada
kebudayaan yang mengajarkan tentang cara hidup.
Ketidakmampuan manusia
untuk bertindak secara instinktif ini manusia diimbangi oleh kemampuan lain
yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang
bersifat fisik disamping itu manusia mempunyai budi yang merupakan pola
kejiwaan yang didalamnya terkandung dorongan-dorongaan hidup yang dasar
instink, perasaan, pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan
manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya
dengan jalan memberi penilaian terhadap objek dan kejadian. Maka pilihan inilah
yang menjadi tujuan dan isi kebudayaan.
Nilai-nilai budaya ini
adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan.
Kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia
yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya, pada dasarnya tata hidup
merupakan pencerminan yang konkrit dari
nilai budaya yang bersifat abstrak. Kegiatan manusia dapat ditangkap oleh panca
indera sedangkan nilai budaya hanya tertangguk oleh budi manusia, maka nilai
budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh perwujudan kebudayaan yang ketiga
yang berupa sarana kebudayaan, sarana kebudayaan ini merupakan perwujudan yang
bersifat fisik yang merupakan produk
dari kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan dalam berkehidupan.
Keseluruhan fase dari
kebudayaan itu erat hubungannya dengan pendidikan sebab semua materi yang
terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia secara sadar lewat proses
belajar. Lewat kegiatan belajar inilah kebudayaan diteruskan dari generasi yang
satu pada generasi selanjutnya.
Ø Hubungan
Ilmu dan Kebudayaan
Keterkaitan ilmu dan kebudayaan dapat
dilihat dari beberapa sisi, sebagai berikut:
a. Perubahan Sosial
Perubahan sosial budaya
dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan
pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala
umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu
terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat
dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Dan pemahaman itu
berkembang berdasarkan pemahaman dari suatu kebudayaan dan satu pemahaman akan
berubah berdasarkan ilmu yang dipahaminya.
D. O’Neil, dalam
“Processes of Change mengatakan : “Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan sosial”:
1. Tekanan
kerja dalam masyarakat
2. Keepektifan
komunikasi
3. Perubahan
lingkungan alam
Perubahan budaya juga
dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru,
dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es
berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing
inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
b. Penetrasi kebudayaan
Yang dimaksud dengan
penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan
lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
1.
Penetrasi damai (penetration
pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai.
Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan
kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya
khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak
mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Karena nilai-nilai agama yang terkandung
berfungsi sebagai sumber moral bagi segenap kegiatan hakikat semua upaya
manusia dalam lingkup kebudayaan haruslah ditujukan untuk meningkatkan martabat
manusia. Sebab kalau tidak maka hal ini bukanlah proses kebudayaan melainkan
dekadensi/ keruntuhan peradaban dalam hal ini maka agama memberikan kompas dan
tujuan sebuah makna atau semacam arti yang membedakan seorang manusia dari
wujud berjuta galaksi meskipun bidang ilmu dan teknologi berkembang pesat
tetapi ternyata tidak memberikan kebahagiaan yang hakiki dan ini menyebabkan
manusia berpaling kembali kepada nilai-nilai agama seperti juga seni dengan
ilmu maka pun agama dengan ilmu saling melengkapi : kalau ilmu bersifat nisbi
dan pragmatis maka agama adalah mutlak dan abadi. Albert Einstein mengungkapna
hakikat ini dengan kata-kata “Ilmu tanpa agama adalah buta, Agama tanpa Ilmu
adalah lumpuh”.[5][14]
2.
Penetrasi kekerasan (penetration
violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya,
masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan
kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan
dalam masyarakat
B.
ILMU DAN PENGEMBANGAN BUDAYA
NASIONAL
Ilmu merupakan bagian
dari pengetahuan, dan pengetahuan merupakan unsur dari kebudayaan. Kebudayaan
di sini merupakan system nilai, tata hidup dan sarana bagi manusia dalam
kehidupannya.
Ilmu dan kebudayaan
berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu
pihak pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi
kebudayaannya. Sedangkan di pihak lain, pengembangan ilmu akan mempengaruhi
jalannya kebudayaan. Talcot parsons mengatakan; ilmu dan kebudayaan saling
mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang
secara pesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi
dengan wajar tanpa didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan.
Dalam rangka
pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda. Pertama, ilmu
merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan
nasional. Kedua, ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukkan watak
suatu bangsa. Maka
menurut fungsinya, ilmu bisa digolongkan menjadi dua golonagan. Pertama ilmu
sebagai suatu cara berpikir, dan kedua ilmu sebagai asas moral. Dalam hal ini
penulis akan sedikit menjelaskan bagaimana ilmu bisa dikatakan sebagai suatu
cara berpikir dan ilmu sebagai asas moral tersebut.
1.
Ilmu sebagai suatu cara berpikir
Ilmu merupakan suatu
cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang
dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan
pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan
berpikir. Ilmu merupakan produk dari
proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut
sebagai berpikir ilmiah.
Beberapa karakteristik ilmu sebagai proses
atau syarat berpikir ilmiah. Pertama, ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar. Kedua, alur jalan pikiran yang logis yang
konsisten dengan pengetahuan yang telah ada. Ketiga, pengujian secara empiris
sebagai kriteria kebenaran objektif.
Setelah itu maka, pernyataan yang
dijabarkan secara logis, dan telah teruji secara empiris, maka ilmu dapat dianggap benar secara ilmiah
dan ini akan memperkaya khazanah pengetahuan ilmiah. Ke empat, mekanisme
terbuka terhadap koreksi.
2.
Ilmu sebagai asas moral
Ilmu merupakan kegiatan
berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Kriteria kebenaran dalam
ilmu adalah jelas sebagaimana yang dicerminkan oleh karakteristik berpikir.
Dalam menetapkan suatu pernyataan apakah itu benar atau tidak maka seorang
ilmuwan akan mendasarkan penarikan kesimpulannya kepada argumentasi yang
terkandung dalam pernyataan itu dan bukan kepada pengaruh yang berbentuk
kekuasaan dari kelembagaan yang mengeluarkan pernyataan itu.
Kebenaran bagi kaum
ilmuwan mempunyai kegunaan yang universal bagi umat manusia dalam meningkatkan
martabat kemanusiaannya. Secara nasional mereka tidak mengabdi golongan,
politik atau kelompok-kelompok lainnya, secara internasional mereka tidak
mengabdi ras, ideology, dan factor-faktor pembatas lainnya. Karakteristik ini
merupakan asas moral bagi kaum ilmuwan yakni meninggikan kebenaran dan
pengabdian secara universal.
Dalam perkembangannya
dengan bantuan filsafat ilmu yang mencakup 3 asfek kajian yaitu, ontologi,
epistemologi, dan aksiologi dan meletakkan kelima unsur manusia (cipta, rasa,
karsa, nafsu, dan nurani) yang unifersal tersebut dalam lingkungan kajian
epistemiologi maka dapatlah dibangun ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan
serta cabang-cabangnya sepeti sosiologi, psikologi, ilmu polotik, ilmu ekonomi,
dan manajemen, antropologi, serta cabang-cabang keilmuan lainnya.[6][17]
Harus kita akui bahwa
perkembangan ilmu dan kebudayaan sangatlah luas, oleh sebab itu penulis akan
sedikit menyinggung perkembangan ilmu di bumi bagian Timur, yaitu :
3.
Zaman Islam
Sejak awal
kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada
ilmu.sebagaimana kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW. ketika diutus oleh
Allah sebagai rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang. Kemudian Islam
datang menawarkan cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab jahiliyyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab.
4.
Taoisme
Taoisme adalah suatu
filsafat yang menduduki tempat penting di Cina. Pengaruhnya terhadap kebudayaan
Cina memang tidak sebesar seperti konfusianisme, akan tetapi Taoisme mempunyai
pandangan metafisik dan spekulatif terhadap kodrat realitas, alam semesta, dan
manusia. Kata taoisme diturunkan dari kata tao yang berarti jalan. Pendiri
taoisme adalah Lao Tzu. Tao diidentikkan dengan alam semesta. Segala sesuatu
dipandang sebagai yang satu. Dan yang satu ini adalah tao. Segala sesuatu
diturunkan dari tao.
Selain itu salah satu
pemahaman yang paling penting dari para Taois adalah kesadaran bahwa
transformasi dan perubahan merupakan gambaran-gambaran esensial dari alam. Para
taois melihat seluruh perubahan dalam alam sebagai manifestasi-manifestasi dari
situasi tarik menarik yang dinamis dari kutb yin dan yang yang
berlawanan, dan kemudian mereka menjadi yakin bahwa setiap pasangan dari kutub
tersebut secara dinamis berhubungan satu sama lainnya.
Dengan kata lain, Tao
sebagai prinsip totalitas mempunyai dua unsur yang berlawanan yakni yin dan
yang. Kedua unsur ini bisa diartikan sebagai terang dan gelap, negatif dan
positif, aktif dan pasif, ada dan tidak ada. Dalam taoisme dualisme ini
relatif. Dualisme ini berada dalam kontradiksi yang mutlak, namun saling melengkapi
dalam fungsinya untuk berbuat apa saja di dunia ini.
5.
Konfusianisme
Konfusianisme adalah
filsafat tentang organisasi sosial, tentang akal sehat, dan pemikiran praktis.
Ia memberikan sebuah sistem pendidikan dan konvensi-konvensi yang tegas dari etika
sosial kepada masyarakat Cina. Salah satu tujuan utamanya adalah membentuk
suatu dasar etika untuk sistem keluarga tradisional Cina dengan struktur
kompleks dan ritual-ritualnya terhadap pemujaan leluhur. Konfusianisme secara
garis besar ditekankan dalam pendidikan anak-anak yang harus mempelajari
aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang dibuthkan bagi kehidupan
bermasyarakat.
Pemikiran konfusianisme
dimulai dengan memeriksa dua fungsi utama akal budi manusia (fungsi menilai dan
memerintah). Akal budi dimengerti secara fungsional dengan mengacu pada
tipe-tipe aktivitas tertentu, misalnya menilai dan mengarahkan tindakan.
6.
Budhisme
Budhisme mengajarkan
apa yang perlu untuk mengatasi penderitaan. Budhisme tampil sebagai jalan
pelepasan, pembebasan diri dari dunia; jawaban atas kondisi manusia yang
menyedihkan yaitu suatu kelahiran kembali dalam hidup yang becirikan
penderitaan, kesementaraan, dan ketidakrelaan. Inti ajarannya adalah bahwa di
dunia ini kita akan selalu menghadapi kesedihan, penderitaaan, dan kegelisahan.
Maka, ajaran Budha adalah untuk menghapus semua penderitaan tersebut.
Di
samping contoh perkembangan ilmu dan kebudayaan seperti penulis bahas di atas,
kita tidak boleh lupa akan nilai-nilai yang dikandung dalam ilmu itu sendiri.
Dimana Sedikitnya terdapat tujuh nilai
yang terpancar dari hakikat keilmuan yakni; kritis, rasional, logis,
obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran, dan pengabdian universal. Di manakah
lalu peranan ketujuh nilai tersebut dalam pengembangan kebudayaan nasional?
Pengembangan
kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari kebudayaan yang
sekarang bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih
mencerminkan aspirasi dan tujuan nasional. Proses pengembangan kebudayaan ini
pada dasarnya adalah penafsiran kembali dari nilai-nilai konvensional agar
lebih sesuai dengan tuntutan zaman serta, penumbuhan nilai-nilai baru yang
fungsional.
Untuk
terlaksananya kedua proses dalam pengembangan nasional tersebut maka diperlukan
sifat kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran, dan
pengabdian universal. Pengabdian universal ini
dalam skala nasional, adalah orientasi terhadap kebenaran tanpa ikatan
primordial yang mengenakan argumentasi ilmiah sebagai satu-satunya kriteria
dalam menentukan kebenaran.
C. Dua Pola Kebudayaan
C.P. Snow adalah
seorang ilmuwan sekaligus pengarang buku (dalam bukunya yang sanga provokatif
The Two Cultures) yang mengingatkan negara-negara Barat akan adanya dua pola
kebudayaan yakni masyarakat ilmuwan dan
non-ilmuwan, yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi.
Di negara Indonesia
juga telah diterapkan dalam bidang keilmuwan itu sendiri, dengan dan membentuk
kebudayaan sendiri. Polarisasi ini cenderung kepada beberapa kalangan tertentu
untuk memisahkan ilmu ke dalam dua golongan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu
sosial. Kedua golongan ini dianggap memiliki perbedaan yang sangat
segnifikan,di mana keduanya seakan membentuk diri sendiri yang
masing-masing terpisah sehingga terdapat dua kebudayaan dalam bidang keilmuwan
yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.
Namun perbedaaan itu hanyalah
bersifat teknis yang tidak menjurus
kepada perbedaan yang fundamental karena dasar ontologis, epistemologis, dan
aksiologis dari kedua ilmu tersebut adalah sama. Metode yang digunakan di dalam
keduanya adalah metode ilmiah yang sama pula, tak terdapat alasan yang bersifat
metodologi yang membedakan antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam.
Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia
fisik yang relatif tetap dan mudah untuk dikontrol. Objek-objek penelaahan
ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahan baik dalam
perspektif waktu maupun tempat. Ilmu
bukan bermaksud mengumpulkan berbagai fakta tetapi ilmu bertujuan untuk mencari
penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukan dan memungkinkan kita dapat
mengetahui sepenuhnyah akikat objek yang kita hadapi,sehingga pengetahuan dapat
memberi kita alat untuk menguasai masalah tersebut. Hal ini berlaku baik bagi
ilmu-ilmu alamiah maupun ilmu-ilmu sosial.
Dimensi perubahannya hanyalah
merupakan satu variabel dalam sistem pengkajian begitu juga tingkat
generalisasinya, ilmu-ilmu alamiah dengan ilmu-ilmu sosial bedanya hanya
terletak dalam soal gradasi,dimana tingkat keumumannya suatu teori ilmu sosial
harus lebih jauh diperinci dengan memperhitungkan faktor-faktor yang bervariasi
Ilmu-ilmu sosial mengalami masalah dalam menganalisis kuantitatif yakni :
1.
Sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi
atau emosi seseorang manusia.
2.
Banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku
manusia.Sehingga menyebabkan ilmu-ilmu alam
menjadi relatif maju karena ilmu-ilmu alam dapat menganalisis data
secara kuantitatif dengan mengisolasikan dalam kegiatan laboratoris. Sedangkan
teori ilmu-ilmu sosial merupakan alat
bagi manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi,seperti ilmu-ilmu
alamsehingga ilmu-ilmu sosial harus cermat dan tepat. Maka hukum penawaran dan
permintaan yang bersifat kualitatif tidak lagi memenuhi syarat karena tidak
memungkinkan jika kita harus menghitung derajat kenaikan inflansi secara
kuantitatif.
Ilmuwan dalam bidang sosial haruslah
berusaha lebih sungguh-sunggguh untuk pengukuran yang rumit dan variabel yang
relatif banyak membutuhkan pengetahuan matematika dan statistika yang lebih
maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Namun adanya kesukaran dalam
pengukuran ini malah dijadikan ilmu-ilmu sosial bertindak regresif dan
membentuk dunianya sendiri yang menjauh dari matematika serta statistika,
sehingga yang memperkuat matematika dan statistika adalah ilmu-ilmu alam. Oleh
karena itu berkembanglah dua kebudayaan yang jurang perbedaannya makin melebar
dengan sendirinya tanpa kita sadari adanya.
Secara sosiologis terdapat
kelompok-kelompok yang memberi nafas baru kepada ilmu-ilmusosial dengan
mengembangakan ilmu-ilmu peri laku manusia yang bertumpu kepada ilmu-ilmu
sosial dimana perbedaan yang utama antara keduanya hanya terletak dalam
keinginan untuk menjadikan ilmu-ilmu tentang manusia menjadi sesuatu yang lebih
dapat diandalkan dan kuantitatif.
Ilmu-ilmu peri laku lebih mengkaji penyusunan
teori secara deduktif sebagaimana yang biasanya ada dalam ilmu-ilmu sosial
namun penalaran deduktif digabungkan dengan proses pengujian induktif. Dan ilmu
ekonomi yang paling pertama memasuki tahap kuantitatif sebelum ilmu-ilmu peri
laku. Adanya dua kebudayaan yang terbagi
ke dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial masih terdapat di Indonesia. Dapat
dicerminkan adanya jurusan Pasti-Alam
dan Sosial-Budaya dalam sistem pendidikan kita.
Jika kita menginginkan bidang
keilmuan mencakup ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosialmaka dualisme harus segera
dibongkar karena dapat menghambat psikologis dan Intelektual bagi pengembangan
keilmuan di negara kita .Meskipun terdapat argumen asumsi dalam pembagian
jurusan tersebut,yaitu :
a.
Asumsi pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai
bakat yang berbeda dalam mendidikan matematika sehingga harus dikembangkan pola
pendidikan yang berbeda pula.
b.
Asumsi yang kedua menganggap ilmu-ilmu sosial kurang
memerlukan pengetahuan matematika sehingga dapat menjuruskan keahliannya
dibidang keilmuan ini.
Kita harus
menganalisis dahulu tujuan pendidikan agar tidak salah pengasumsian.
a.
Pendidikan bertujuan : Pendidikan analitik maka yang
penting adalah penguasaan berpikir matematika yang memungkinkan adanya suatu
analisis hingga terbentuknya suatu rumusan statistik.
b.
Pendidikan simbolik yang penting adalah pengetahuan
mengenai kegunaan rumus tersebut serta penalaran deduktif dalam penyusunan
meskipun tidak seluruhnya merupakan analisis matematika Jadi adanya pendekatan
dikotom dalam pendekatan pendidikan matematika ini tidak akan bisa memecahkan
semua persoalan, namun paling tidak terdapat suatu jalan luar yang pragmatis
dari dilema yang dihadapi sistem pendidikan kita dan harus adanya sikap
kehati-hatian. Karena manusia adalah produk dari suatu proses belajar dimana
tercakup karakter cara berpikir yang berkembang sesuai tahapannya. Suatu usaha
yang fundamental dan sistematis dalm menghadapi masalah ini harus adanya usaha.
Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang keilmuan
kita bukan hanya merupakan suatu yang regresif melainkan juga destruktif,bukan
saja bagi kemajuan ilmu itu sendiri tetapi juga bagipengengembangan peradaban
secara keseluruhan. Sehingga tidak ada
pemisah diantara keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar