Indahnya Kebersamaan

Indahnya Kebersamaan

Selasa, 12 Mei 2015

Filsafat 10

HAKEKAT DAN KEGUNAAN ILMU

A.      Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat Ilmu dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu social, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dimana keduanya memiliki ciri-ciri keilmuan yang sama.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah, seperti apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi. Filsafat ilmu juga mengkaji tentang cara menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah,   macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan, serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme atau ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan dan pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan suatu hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
B.       Hakikat Ilmu
Apakah ilmu itu? Moh. Nazir, Ph.D (1983:9) mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natural ataupun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Sedangkan Ahmad Tafsir (1992:15) memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris. Sementara itu, Sikun Pribadi (1972:1-2) merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa : “Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan  relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.” Di lain pihak, Lorens Bagus (1996:307-308) mengemukakan bahwa ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis.
Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survey, studi kasus dan lain-lain).
Salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknologi. Kaum ilmuwan tidak boleh picik dan menganggap ilmu dan teknologi itu alpha dan omega dari segala-galanya, masih terdapat banyak lagi     sendi-sendi lain yang menyangga peradaban manusia yang lebih baik. Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain di samping kebenaran keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Namun bila kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara intelektual maupun secara moral, maka salah satu penyangga masyarakat modern itu akan berdiri dengan kokoh.
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya
Dewasa ini ilmu sudah berada diambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi, ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat manusia itu sendiri atau dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya namun juga menciptakan hidup itu sendiri. Menghadapi kenyataan ini ilmu pada hakikatnya mempelajari alam sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? dimana batas kewenangan penjelajahan keilmuan? kearah mana perkembangan keilmuan harus diarahkan?
Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang ditelaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Pertanyaan mengenai hakikat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara orang dapat mengatakan bahwa
1.    Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif, ditinjau dari pandangan ini,  nilai-nilai merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung  pada pengalaman-pengalaman mereka. Atau dapat pula orang mengatakan,
2.    Nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontolog, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Pendirian ini berpandangan bahwa ilmu memiliki hakikat “Objektivisme Logis“ dan akhirnya orang dapat mengatakan bahwa,
3.    Nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang kemudian disebut dengan “Objektivisme Metafisik“
Selain itu ada pula pembicaraan mengenai apakah hakikat pengalaman mengenai nilai? Apakah pengalaman tersebut semata-mata merupakan respon perasaan terhadap keadaan tertentu seperti yang dikatakan oleh sejumlah aktifis? Apakah pengalaman tersebut merupakan hasil pengenalan nilai itu sendiri secara lansung seperti yang di katakan oleh Filsuf Britania, A.C Ewing? Atau apakah pengalaman tadi merupakan pembuktian bahwa objek yang dinilai merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan atau akibat seperti yang dikatakan oleh John Dewey? Sedangkan masalah lain yang dapat timbul adalah bagaimana cara orang mengetahui nilai? Atau secara logika pertanyaan ini menjadi bagaimana: bagaimanakah caranya membuat tanggapan-tanggapan penilaian? Sejumlah makna nilai secara singkat dapat dikatakan, perkataan ”nilai” kiranya mempunyai macam makna seperti yang tampak dalam        contoh-contoh berikut ini;
1.    Mengandung nilai (artinya, berguna)
2.    Merupakan nilai (artinya, baik atau benar atau indah)
3.    Mempunyai nilai (artinya, merupakan objek keinginan,mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap ”menyetujui”, atau mempunyai sifat nilai tertentu)
4.    Memberi nilai (artinya menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu.
C.  Syarat-Syarat Ilmu
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut :
1.    Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek material merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
2.    Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi. Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya:
a.    Berdasarkan fakta,   
b.    Bebas dari prasangka,
c.    Menggunakan prinsip-prinsip analisa,   
d.   Menggunakan hipotesa,
e.    Menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi.
Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya :
a.    Sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting,
b.    Peneliti sebagai instrumen penelitian,
c.    Sangat deskriptif,
d.   Mementingkan proses maupun produk,
e.    Mencari makna,           
f.     Mengutamakan data langsung,
g.    Triangulasi,
h.    Menonjolkan rincian kontekstual,
i.      Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti,
j.      Mengutama- kan perspektif emic,
k.    Verifikasi,
l.      Sampling yang purposif,
m.  Menggunakan audit trail,                     
n.    Partisipatipatif tanpa mengganggu,
o.    Mengadakan analisis sejak awal penelitian,
p.    Disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
3.    Pokok permasalahan (subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,)
D.  Karakteristik Ilmu
Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum ilmu, yaitu:
1.    Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama,
2.    Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan
3.    Obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh Sadulloh,1994:44).
Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
Sementara itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut :
1.    Obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif, 
2.    Koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan;
3.    Reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi,
4.    Valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal,
5.    Memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum,
6.    Akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan
7.    Dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
Hakikat ilmu itu disebut baik manakala ia tenteram dalam kebajikan ilmu. Sedangkan hakikat ilmu itu disebut buruk manakala, ia keluar dari ilmu itu. Ilmu itu bagi hati ibarat dirham-dirham dan dinar-dinar di tangan. Bisa bermanfaat bagimu bisa pula membahayakanmu.
Ilmu yang hakiki adalah ilmu yang tidak dicampuri oleh kontradiksi dan bukti-bukti yang menamfikan contoh dan keraguan, sebagaimana Ilmu Rasulullah SAW, Ilmu orang yang benar, serta ilmu Wali. Siapa pun yang memasuki medan tersebut ibaratnya seperti orang yang tenggelam dalam samudera, kemudian ia ditelan oleh ombak, lalu kontradiksi manakah yang muncul (dalam situasi seperti itu) yang bias didapatkan, dicampurkan, didengar atau dilihat. Sedangkan siapa yang tidak memasuki medan tersebut ia sangat membutuhkan ayat “Tiada satupun yang menyamai-Nya”.
A.      Kegunaan Ilmu
Ilmu dengan segala tujuan dan artinya, sampai batas-batas tertentu, telah banyak membantu manusia dalam mencapai tujuan hidup dan kehidupannya, yaitu kehidupan lebih baik. Ilmu menghasilkan teknologi, yang memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak. Dengan ilmu pula, manusia dapat mengubah wajah dunia, mengubah cara manusia bekerja, cara manusia berfikir. Dengan kata lain ilmu telah mempermudah kehidupan manusia, sehingga menjadi lebih mudah.
Meskipun ilmu dan teknoilogi banyak mendatangkan manfaat bagi manusia namun ada beberapa kekurangan mungkin dianggap berbahaya, karena :
1.    Ilmu itu objektif, menyampingkan penilaian yang sifatnya subjektif. ia menyampingkan tujuan hidup, sehingga dengan demikian ilmu dan teknologi tidak bisa dijadikan pembimbing bagi manusia dalam menjalani hidup ini.
2.    Manusia hidup dalam waktu yang panjang, jika ia terbenam dalam dunia fisik, maka akan hampa dari makna.
Sekurang-kurangnya ada tiga manfaat kegunaan ilmu, yaitu :
1.    Ilmu sebagai alat Eksplanasi
Berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini, secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi kenyataan yang ada. Filsafat ilmu dapat dianggap sebagai suatu studi tentang masalah-masalah eksplanasi. Menurut T. Jacob yang dikutip Ahmad Tafsir dalam Emi Fatmawati, “sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibanding dengan sistem lain dalam memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan”.
Sebagai contoh, ketika itu ada sebuah sepeda motor tua, dengan knalpot yang berasap tebal berwarna putih dengan jalan terseok-seok dan tidak bisa berlari kencang. Dari gejala yang timbul ini seorang mekanik yang memiliki ilmu tentang perbengkelan, bisa membuat eksplanasi atau penjelasan kepada pemilik motor mengapa begitu. Itulah manfaat ilmu sebagai eksplanasi.
2.    Ilmu sebagai alat Peramal
Tatkala membuat ekplanasi, biasanya ilmuan telah mengetahui juga faktor penyebab gejala tersebut. Dengan menganalisis faktor dan gejala yang muncul, ilmuwan dapat melakukan ramalan. Dalam term ilmuwan ramalan disebut prediksi untuk membedakan ramalan embah dukun. Sebagai contoh, motor tadi, seorang mekanik bisa memprediksi jika pemilik motor tidak mau merawat motor dan lalai mengganti oli, maka ring sehernya akan cepat menipis dan oli mesin akan terbakar dan menyebabkan asap menjadi tebal dan berwarna putih.
3.    Ilmu sebagai alat Pengontrol
Eksplanasi sebagai bahan membuat prediksi dan kontrol. Ilmuan selain mampu membuat ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol. Contoh : Agar motor kita awet, motor kita harus diservis dan ganti oli tiap 2000 km, sehingga tingkat keausan mesin dapat ditekan dan diperlambat, jadi motor kita akan tetap  awet.
Pada intinya ilmu memiliki kegunaan atau fungsi yang kalau kita konsumsikan dengan baik, memberikan kenikmatan batiniah atau kepuasan jiwa. Jiwa kita tergetar, terharu, tersenyum oleh komunikasi artistik, menyebabkan dunia yang tak terjangkau kasat mata. Jiwa kita bertambah kaya, persepsi kita bertambah dewasa, yang selanjutnya akan mengubah sikap dan kelakuan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar