Indahnya Kebersamaan

Indahnya Kebersamaan

Selasa, 12 Mei 2015

Sosbud 1



PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SOSIAL BUDAYA DALAM PENDIDIKAN

 A.   Pengertian  Budaya
Menurut Hidayat, S dan Asroi, (2013)  budaya merupakan perilaku, nilai simbol dan makna dalam masyarakat yang menjadi suatu tradisi dan anutan dalam berbagai kegiatan. Budaya berasal dari bahasa Inggris culture yang berarti kesopanan dan terpelajar. Selanjutnya menurut Bomard Gregory kata budaya ini mengandung arti bermacam-macam, yaitu :
1.    Program kolektif suatu pikiran.
2.    Sistem nilai dan kepercayaan
3.    Cara untuk mengatasi persoalan pada suatu kelompok orang
4.    Cara untuk mengerjakan sesuatu
Kotter dan Heskett memberikan defenisi budaya sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan dan semua produk atau karya dan pemikiran manusia yang mencirikan suatu masyarakat atau penduduk atau populasi tertentu. Dengan demikian budaya merupakan segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan dan diciptakan oleh manusia dalam masyarakat tertentu serta termasuk juga di dalamnya berbagai akumulasi atau sejarah dari suatu peristiwa atau perbuatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama pada waktu  yang lampau.
Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly bahwa setiap organisasi yang efektif memiliki budaya sendiri, yaitu nilai-nilai merupakan apa yang penting dilakukan oleh seluruh anggota organisasi, keyakinan lebih menekankan pada bagaimana organisasi bekerja dan berinteraksi. Jadi budaya organisasi adalah nilai yang menjadi perilaku dan pegangan hidup dalam menjalankan kewajibannya dalam organisasi.
Budaya organisasi pada intinya adalah asumsi-asumsi, adaptasi, persepsi, dan pembelajaran dari hal-hal yang didengar dan dirasakan oleh seseorang tentang organisasinya, menurut  Schein (1991:9). Budaya sebagai nilai dan keyakinan bersama merupakan dasar utama identitas oganisasi, dalam bentuk temat kerja menyenangkan, kepuasan, kesetiaan/loyalitas, kehangatan, keramahan, kebanggaan, semangat kebersamaan, stabilitas sistem sosial, dan pencapaian tujuan jangka panjang Kreitner et al (2007:76).
B.   Pengertian sosial budaya
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bahwa sosial budaya memang mengacu kepada kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri.
Beberapa pengertian sosial dan budaya di atas dapat disimpulkan bahwa Sosial budaya adalah struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Landasan sosial budaya, mengacu pada hubungan antar individu, antar masyarakat dan individu secara alami, artinya aspek yang telah ada sejak manusia dilahirkan. Definisi sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.


C.   Ruang Lingkup Sosial Budaya dalam Pendidikan
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam.Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.
Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya. Uraian tentang pendidikan dan kebudayaan akan diterangkan dalam urutan pembahasan dibawah ini.
1.    Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif.Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan dimana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.
·         Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.
·         Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentun
·         Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.
·         Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai berikut.
·         Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.
·         Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
·         Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di dalam perkembangan kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap kali harus dimulai dari nol.
·         Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.
·         Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang panjang. Baik waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
·         Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan. Learning is agoal teaching behavior.
·         Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan kemampuan imajinasi yang dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat.
·         Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego, beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.
2.    Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan.
Rangkaian transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan dengan bagaimana cara. Pada saatnya proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat modern akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat. Di sinilah letak peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari berbagai lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia yang meminta suatu proses pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar kepada budaya lokal. Hanya dengan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya lokal akan dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.


3.    Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya.Manusia atau pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator kebudayaannya.Dengan demikian kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
1.    Unsur-unsur yang ditransmisi.
2.    Proses transmisi.
3.    Cara transmisi.
Unsur-unsur kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:
a.    Nilai-nilai budaya, adat istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
b.    Kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Berbagai sikap serta peranan yang diperlukan dalam dunia pergaulan.
c.    Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Manusia adalah actor dan manipulator dalam kebudayaannya.
Cara mentransmisikannya yaitu dengan 2 bentuk yaitu:
a.    Peran-serta, Cara transmisi dengan peran serta antara lain dengan perbandingan. Demikian pula peran serta dapat berwujud ikut serta dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat.
b.    Bimbingan, Bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.Dalam pelaksanaan bimbingan tersebut melalui pranata-pranata tradisional seperti inisiasi, upacara-upacara yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang sekuler.

4.    Pendidikan Sebagai Proses Pembudayaan
Di dalam proses pembudayaan terdapat pengertian seperti inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, fokus, krisis, dan prediksi masa depan serta banyak lagi terminologi lainnya. Beberapa proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penemuan atau Invensi
Sudah tentu penemuan-penemuan baru dan invensi-invensi melalui ilmu pengetahuan akan semakin intens kerana interaksi dengan bermacam-macam budaya akan bermacam-macam manusia yang dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dengan demikian, penemuan-penemuan dan invensi baru tidak lagi merupakan monopoli dari suatu bangsa atau suatu kebudayaan tetapi lebih menjadi milik dunia. Kebudayan dunia yang akan muncul pada milenium ketiga dengan demikian perlu diarahkan dengan nilai-nilai moral yang telah terpelihara di dalam kebudayaan umat manusia karena kalau tidak dapat saja manusia itu menuju kepada kehancurannya sendiri dengan alat-alat pemusnah massal yang diciptakannya.
b. Difusi
Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya tertentu antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih tradisional.Pada dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami difusi. Hanya saja proses difusi pada jaman yang lalu lebih bersifat perlahan-lahan. Namun hal itu berbeda dengan sekarang dimana abad komunikasi mampu menyajikan beragam informasi yang serba cepat dan intens, maka difusi kebudayaan akan berjalan dengan sangat cepat.

c. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif dalam setiap kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat.Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang inovatif merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan.Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini.
d. Visi Masa Depan
Suatu hal yang baru dalam proses pembudayaan dewasa ini ialah peranan visi masa depan. Terutama dalam dunia global tanpa-batas dewasa ini diperlukan suatu visi ke arah mana masyarakat dan bangsa kita akan menuju. Tanpa visi yang jelas yaitu visi yang berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan bangsa (Indonesia), akan sulit untuk menentukan arah perkembangan masyarakat dan bangsa kita ke masa depan, atau pilihan lain ialah tinggal mengadopsi saja apa yang disebut budaya global. Mengadopsi budaya global tanpa dasar kehilangan identitasnya. Di sinilah letak peranan pendidikan nasional untuk meletakkan dasar-dasar yang kuat dari nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang akan dijadikan pondasi untuk membentuk budaya masa depan yang lebih jelas dan terarah.

D.   Penanaman Sosial Budaya Positif di dalam Dunia Pendidikan
Di sekolah kami, telah di sosialisasikan gerakan yang dimaksudkan bisa menjadi gerakan  membudaya  yaitu Brain Gym. Brain Gym atau biasa dikenal dengan senam otak, yang menurut para ahli mampu meningkatkan konsentrasi dan menyeimbangkan pola pikir belahan kiri otak dengan belahan kanan otak. Dengan keseimbangan pola pikir belahan otak kanan dan belahan otak kiri di harapkan terjadi sinergi, tidak hanya aspek kognitif saja, tapi juga karakter siswa/i.
Budaya Brain Gym ini di sosialisasikan dari TK sampai tingkat SMU, untuk setiap mata pelajaran/bidang studi. Untuk itu semua guru dan tenaga akademik telah dilatih menerapkan senam otak ini. Pelatihan di lakukan sampai 2 kali pertemuan oleh instruktur Brain Gym pusat yang sudah bersertifikat.
Gerakan Brain Gym sangat sederhana yang bisa dilakukan saat sedang duduk atau pun berdiri, yang melibatkan seluruh anggota gerak, dari kepala sampai dengan kaki. Gerakan-gerakan ini akan mengaktifkan belahan otak kiri maupun belahan otak kanan. Gerakan-gerakan ini semuanya berurutan dan dipandu dengan brosur maupun spanduk-spanduk yang ada.
Budaya brain gym ini terus dievaluasi akan pelaksanaannya dan kemajuannya, ternyata budaya ini membawa kemajuan dan meningkatkan mutu pendidikan dengan indikator naiknya konsentrasi dalam pembelajaran, motivasi maupun semangat siswa/i. Semoga budaya brain gym ini akan terus di terapkan oleh seluruh stakeholder di Ricci dan salah satu alat yang mampu meningkatkan mutu pendidikan untuk sekolah-sekolah lainnya.
a.    Proses Sosial Budaya dalam Pendidikan
Sebagai unsur vital dalam kehidupan manusia yang beradab, sosial budaya mengambil unsur-unsur pembentuknya dari segala ilmu pengetahuan yang dianggap betul-betul vital dan sangat diperlukan dalam menginterpretasi semua yang ada dalam kehidupannya. Hal ini diperlukan sebagai modal dasar untuk dapat berdaptasi dan mempertahankan kelangsungan hidup (survive). Dalam kaitan ini sosial budaya di pandang sebagai nilai-nilai yang diyakini bersama dan terinternalisasi dalam diri individu sehingga terhayati dalam setiap perilaku. Nilai-nilai yang dihayati ataupun ide yang diyakini tersebut bukanlah ciptaan sendiri dari setiap individu yang menghayati dan meyakininya, semuanya itu diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar merupakan cara untuk mewariskan nilai-nilai tersebut dari generasi ke generasi. Proses pewarisan tersebut dikenal dengan proses sosialisasi atau enkulturasi (proses pembudayaan).
Proses pembudayaan (enkulturasi) adalah upaya membentuk perilaku dan sikap seseorang yang didasari oleh ilmu pengetathuan, keterampilan sehingga setiap individu dapat memainkan perannya masing-masing. Dengan demikian, ukuran keberhasilan pembelajaran dalam konsep enkulturasi adalah perubahan perilaku siswa. Hal ini sejalan dengan 4 (empat) pilar pendidikan yang dikemukakan oleh Unesco, Belajar bukan hanya untuk tahu (to know), tetapi juga menggiring siswa untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh secara langsung dalam kehidupan nyata (to do), belajar untuk membangun jati diri (to be), dan membentuk sikap hidup dalam kebersamaan yang harmoni (to live together). Untuk itu, pembelajaran berlangsung secara konstruktivis (developmental) yang didasari oleh pemikiran bahwa setiap individu peserta didik merupakan bibit potensial yang mampu berkembang secara mandiri. Tugas pendidikan adalah memotivasi agar setiap anak mengenali potensinya sedini mungkin dan menyediakan pelayanan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki serta mengarahkan pada persiapan menghadapi tantangan ke depan. Pendidikan mengarah pada pembentukan karakter, performa yang konkrit (observable) dan terukur (measurable) yang berkembang dalam tiga ranah kemampuan, yaitu: kognitif, psikomotor, dan afektif.
Pendidikan formal adalah salah satu media proses pembudayaan (enkulturasi). Manusia yang berbudaya adalah manusia yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga mereka mampu berpikir secara rasional, kritis dan memiliki karakter serta kepribadian yang cinta pada keharmonian kehidupan.
Dengan demikian, peranan pendidikan formal dalam proses pembudayaan bertujuan mendidik individu menjadi manusia pembelajar sehingga tumbuh menjadi makhluk yang berbudaya yang memiliki cara berfikir kebiasaan belajar, dan terus belajar (relearn), untuk mengetahui dan memahami, berdaptasi, menginterpretasi dan memanfaatkan sesuatu dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup guna menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam masyarakat yang multi kultur yang bermoral, berbudaya sehingga kelestarian potensi alam dapat dipertahankan serta menjaga diri dari dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai dan norma budaya dan mampu berpartisipasi, komit, kooperatif, dan emphati dalam berbagai hal.
b.    Sosial Budaya Berhubungan dengan Nilai Pendidikan
Pendidikan adalah upaya menanamkan sikap dan keterampilan pada anggota masyarakat agar mereka kelak mampu memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan peran sosial masing-masing dalam masyarakat. Secara tidak langsung, pola ini menjadi proses melestarikan suatu kebudayaan. Sejalan dengan ini, Bertrand Russel mengatakan pendidikan sebagai tatanan sosial kehidupan bermasyarakat yang berbudaya. Melalui pendidikan kita bisa membentuk suatu tatanan kehidupan bermasyarakat yang maju, modern, tentram dan damai berdasarkan nilai-nilai dan norma budaya. Ibnu Khaldun mempertegas lagi bahwa pendidikan dan pengajaran sebagai salah satu gejala sosial yang memberi ciri masyarakatnya-masyarakat maju.
Lebih jauh, Ibnu khaldun membagi ilmu dan pengajaran ke dalam berbagai kategori, yaitu (1) ilmu Naqli yang bersumber pada Kitab Alqur’an dan Sunnah, (2) ilmu Aqli (ilmu yang berhubungan dengan otak) terdiri dari ilmu fisika (ilmu tentang benda), ilmu ilahiyat (ketuhanan atau metafisika), ilmu matematika, ilmu musik “pengetahuan tentang asal-usul ritme, ilmu hay’ah (astronomi), (3) ilmu logika yaitu ilmu yang memilihara otak dari kesalahan. Sejalan dengan ini, konsep agama tentang pendidikan pada hakekatnya upaya untuk melakukan perubahan dari sifat-sifat negatif seperti kebodohan, iri, dengki, sombong, congkak, boros, tidak efisien, emosional, dsb.Ke sifat-sifat yang positif seperti cerdas, tenggang rasa, teliti, efisien, berpikiran maju dan bertindak atas dua dasar aturan yaitu hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan Allah.
Semua sifat positif yang diharapkan tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang religius, cekatan, terampil, dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang salah dan benar, menghargai semua hal yang menjadi bahagian kehidupan di alam ini termasuk segala bentuk perbedaan di antara kita sesama manusia. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat pada saat yang tepat, serta mampu mengembangkan potensi diri dalam upaya meningkatkan kualitas pribadi, keluarga, kelompok, agama, bangsa dan negara. Semua ini merupakan unsur pokok dalam proses pembentukan masyarakat yang sejahtera, survive, adil, makmur, dan penuh kedamaian.
Untuk mewujudkan hal tersebut, para penyelenggara pendidikan harus yakin bahwa program dan proses pembelajaran dapat menggiring siswa agar mampu menggunakan segala apa yang telah dimilikinya yang diperoleh selama proses belajar sehingga bermanfaat dalam kehidupan selanjutnya, baik kehidupan secara akademis maupun kehidupan sehari-hari. Perlu juga ditekankan di sini bahwa dalam dunia kehidupan nyata, antara kehidupan akademis dan non akademis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu seharusnya, program dan proses pembelajaran tidak membuat dikotomi (memisahkan secara tegas) di antara keduanya. Semua ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah upaya membangun budaya suatu masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang modern, maju, dan harmoni yang didasari oleh nilai-nilai budaya yang diyakini bersama oleh suatu masyarakat.
c.    Perubahan Sosial Budaya dalam Pendidikan
Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama.Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan membangun.
Kedua, perubahan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu (lambat) yang disebut evolusi. Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan sifat-sifat yang diwariskan dalam suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menjadi dasar dari evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan pada keturunan suatu makhluk hidup. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen oleh mutasi, transfer gen antar populasi, seperti dalam migrasi, atau antar spesies seperti yang terjadi pada bakteria, serta kombinasi gen mealui reproduksi seksual. Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusi telah berakar sejak jaman Aristoteles.Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin tentang evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas masyarakat sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.
Perubahan sosial mencakup aspek-aspek yang kompleks, mulai dari politik, ekonomi, kebudayaan, hukum, keamanan dan sebagainya.  Perubahan yang terjadi, baik secara cepat maupun lambat akan memberikan dampak bagi masyarakatnya, juga pendidikan. Perubahan yang berlangsung cepat (revolusi) memang pada umumnya lebih berpeluang mengagetkan masyarakat sehingga tidak siap menghadapi perubahan itu.


d.    Eksistensi Pendidikan
Pendidikan merupakan investasi besar bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut kepentingan semua warga negara, masyarakat, negara, institusi-institusi dan berbagai kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan outcomenya berupa tersedianya SDM yang handal untuk menyuplai berbagai kepentingan. Oleh sebab itu titik berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang, serta perluasan kesempatan belajar pada pendidikan dasar. Pendidikan memegang kunci keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun kenyataan membuktikan, khususnya di Indonesia, pendidikan masih belum dipandang vital, khususnya oleh para pemegang tampuk kepemimpinan negara.
Menurut Tilaar (2004), pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi pendidikan memaksa lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pendidikan yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada kesejatian dan identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.
Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang concern terhadap enerasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab.Apabila berbicara pendidikan berskala nasional maka secara umum konsep pendidikan nasional di Indonesia tak lagi memperlihatkan keberpihakan terhadap dunia pendidikan di berbagai daerah. Salah satu contoh yaitu kontroversial mengenai Ujian Nasional yang memperlihatkan betapa sentralistiknya pendidikan saat ini. Pusat terkesan memaksa seleranya terhadap anak didik di daerah.
Salah seorang pakar pendidikan di Indonesia, Dr Anita Lie dalam presentasi mengenai Renstra Biro Pendidikan LPMAK yang berlangsung di Sheraton Hotel Timika belum lama ini mengakui ada ketidakberesan dalam konsep pendidikan nasional. Anita bahkan merujuk pada materi Ujian Nasional yang cenderung membebani masyarakat pendidikan di daerah-daerah.
Tak saja Anita Lie, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu pun menilai konsep pendidikan nasional saat ini tak lagi relevan untuk diterapkan di daerah termasuk di Papua. Barnabas Suebu malah menyentil konsep pendidikan nasional ibarat pakaian jadi (pakaian konveksi). “Pakaian tersebut diukur dan dijahit di Jakarta kemudian dikirim ke daerah.Masyarakat di Papua yang butuh pakaian langsung mengenakan saja tanpa melihat ukuran. Orang di Jakarta pun tidak tahu tentang postur orang Papua, mereka hanya asal jahit berdasarkan seleranya,” begitu kata Barnabas mengibaratkan konsep pendidikan nasional saat ini.
e.    Pengaruh perubahan sosial pada Pendidikan
Carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak lepas dari pengaruh perubahan sosial.Dan setiap berbicara mengenai pendidikan, orang selalu berkonotasi sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun konsep ini menisbikan peran pendidikan informal dan non formal, padahal keduanya sama pentingnya. Dengan demikian keterpurukan pendidikan tidak boleh didefinisikan sebagai kegagalan pendidikan formal semata.Kebobrokan sistem dan perilaku sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan demikian bukan dosa sekolah semata.
Oleh sebab itu sekolah juga mendapat tempat yang istimewa dalam pemikiran tiap orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih tinggi.Sedemikian istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus dijalani orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam susunan masyarakat.Mudah diduga bahwa jalan pikiran seperti itu secara logis mengikuti satu kanal yang menampung imajinasi mayoritas mengalir menuju sebuah muara, yakni credo tentang sekolah sebagai kawah condrodimuko tempat agen-agen perubahan dicetak.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, yang terjadi secara cepat atau lambat memiliki pengaruh mendasar bagi pendidikan. Perubahan sosial tak lagi digerakkan hanya oleh sejenis borjuis di Eropa abad 17 – 18 melawan kaum feodal, atau oleh kelas buruh yang ingin mengakhiri semacam masyarakat borjuis di abad 19 untuk kemudian menciptakan masyarakat nir kelas, atau oleh para petani kecil yang mencita-citakan suatu land-reform. Juga lebih tak mungkin lagi keyakinan bahwa perubahan hanya dimotori oleh kaum profesional yang merasa diri bebas dan kritis. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan yang membawa dampak perubahan di sana sini.
Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Ekonomi mengalami pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi kekuatan-kekuatan politik juga berubah-ubah.Kita tak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur.Kecenderungan chaos seperti ini harus dihadapi dan hanya dapat dihadapi oleh orang-orang yang selalu siap untuk belajar hal-hal baru. Bukanlah mereka yang bermental siap pakai yang akan dapat memanfaatkan dan berhasil ikut mengarahkan perubahan-perubahan kontemporer melainkan mereka yang pikirannya terbuka dan antusias pada hal-hal baru.
Keadaan tersebut akan berpengaruh besar pada pendidikan. Oleh sebab itu sekolah, di tingkat manapun, yang tetap menjalankan pendidikan dengan orientasi siap pakai untuk para pelajarnya tidak boleh rusak akibat perubahan tetapi sebaliknya harus mampu menjadi pengemban misi sebagai agent of changes tetapi sekedar consumers of changes. Dari sekolah dengan pandangan siap pakai tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang dengan kecerdasannya berhasil memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial output dari sekolah semacam itu hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir berada dan akan terus menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para pemuda tak berpunya yang akan tetap menelan kecewa karena ternyata mereka makin sulit naik ke tangga sosial yang lebih tinggi dari orang tua mereka. Sekolah yang tetap kukuh dengan prinsip-prinsip pedagogis, metode-metode pendidikan dan teknik-teknik pengajaran yang bersemangat siap pakai hanya akan menjadi lembaga reproduksi sosial bukan lembaga perubahan sosial. Indonesia perlu sekolah baru.
f.     Dampak Dari Perubahan Sosial Budaya Dalam Masyarakat
Adanya perubahan sosial budaya secara langsung atau tidak langsung akan memberikan dampak negatif dan positif.
Dampak Positif
Perubahan dapat terjadi jika masyarakat dengan kebudayaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan.Keadaan masyarakat yang memiliki kemampuan dalam menyesuaikan disebut adjusment, sedangkan bentuk penyesuaian dengan gerak perubahan disebut integrasi. Dampak positif tersebut berdampak pada :
1.    Kemajuan ilmu pengetahuan
2.    Kebutuhan mudah terpenuhi
3.    Pola pikir yang lebih maju
Dampak Negatif
Akibat negatif terjadi apabila masyarakat dengan kebudayaannya tidak mampu menyesuaikan diri dengan gerak perubahan.Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan disebut maladjusment. Maladjusment akan menimbulkan disintegrasi. Penerimaan masyarakat terhadap perubahan sosial budaya dapat dilihat dari perilaku masyarakat yang bersangkutan. Apabila perubahan sosial budaya tersebut tidak berpengaruh pada keberadaan atau pelaksanaan nilai dan norma maka perilaku masyarakat akan positif. Namun, jika perubahan sosial budaya tersebut menyimpang atau berpengaruh pada nilai dan norma maka perilaku masyarakat akan negatif, diantaranya :
1)   Dekadensi Moral
Dekadensi moral adalah menurun atau merosotnya moral seseorang yang ditunjukkan dari perilakunya yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Biasanya perilaku orang tersebut merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Beberapa contoh yang termasuk dekadensi moral adalah perilaku pergaulan bebas di kalangan remaja maupun orang tua, prostitusi, perselingkuhan dan lain-lain.
2)   Kriminalitas
Donald R. Gressey berpendapat bahwa kriminilitas adalah suatu kondisi dan proses sosial yang menghasilkan perilaku lain. Kriminalitas merupakan tindakan yang melanggar norma hukum dan menyakitkan orang lain secara langsung. Beberapa contoh yang termasuk tindak kriminalitas antara lain korupsi, pencurian, penodongan, pemerkosaan, dan pembunuhan.
3)   Aksi Protes dan Demonstrasi
Demonstrasi adalah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum.Demonstrasi biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau menentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak.Aksi protes merupakan gerakan atau tindakan yang dilakukan secara perorangan atau untuk menyampaikan pernyataan tidak setuju yang oleh sebagian besar orang dilancarkan melalui kecaman yang pedas.Demonstrasi umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa yang menentang kebijakan pemerintah/para buruh yang tidak puas dengan perlakuan majikannya.Namun demonstrasi juga dilakukan oleh kelompokkelompok lainnya dengan tujuan lainnya.
Unjuk rasa kadang dapat menyebabkan pengrusakan terhadap benda-benda.Hal ini dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pengunjuk rasa yang berlebihan. Di Indonesia, unjuk rasa menjadi hal yang umum sejak jatuhnya rezim kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998, di mana unjuk rasa menjadi simbol kebebasan berekspresi di Negara tersebut. Unjuk rasa terjadi hampir setiap hari di berbagai bagian di Indonesia, khususnya Jakarta.
4)   Konsumerisme
Konsumerisme adalah pandangan yang diikuti dengan tindakan atau perbuatan penggunaan barang dan jasa secara berlebihan.Pembelian barang-barang yang bukan kebutuhan pokok dan sifatnya hanya tersier jika dilakukan secara berlebihan dikategorikan konsumerisme.



E.    Pengaruh Sosial Budaya dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak akan pernah lepas dari unsur sosial budaya. Sebab sebagian terbesar dari kegiatan manusia dilakukan secara kelompok.Artinya bahwa kegiatan tersebut dilakukan hubungan antar individu, antar masyarakat, individu dengan masyarakat, dan masyarakat dengan individu.Aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi matang.Di samping tugas pendidikan untuk mengembangkan aspek sosial, karena aspek tersebut sangat membantu dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan.
Salah satu masalah yang sangat serius dalam pendidikan di tanah air kita saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan.Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan.Merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan mutu secara merata.Untuk itu diperlukan langkah dan tindakan nyata ditingkat sekolah dan masyarakat sekitar tempat sekolah berada. Ada dua srtategi utama yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dan mengembangkan mutu sekolah, yaitu strategi yang berfokus pada: (1) dimensi struktural; dan (2) dimensi kultural (budaya) dengan tekanan pada perubahan perilaku nyata dalam bentuk tindakan .
Program aksi untuk peningkatan kualitas sekolah secara konvensional senantiasa bertumpu pada peningkatan kualitas proses belajar mengajar (PBM), sedikit menyentuh aspek aspek budaya sekolah. Pilihan tentu tidak salah, karena aspek itulah yang berkait dengan prestasi siswa.Sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup.Upaya peningkatan kualitas sekolah harus dimulai dari internal sekolah itu sendiri yaitu harus memperhatikan nilai nilai yang hidup sebagai budaya sekolah.
Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh lengkapnya sarana dan prasarana, guru yang berkualitas ataupun input siswa yang baik, tetapi budaya sekolah sangat berperan terhadap peningkatan keefektifan sekolah. Budaya sekolah merupakan jiwa (spirit) sebuah sekolah yang memberikan makna terhadap kegiatan kependidikan sekolah tersebut, jika budaya sekolah lemah, maka ia tidak kondusif bagi pembentukan sekolah efektif. Sebaliknya budaya sekolah kuat maka akan menjadi fasilitator bagi peningkatan sekolah efektif.
Guru yang tidak menguasai aspek sosial budaya dalam mendidik peserta didik, tidak akan mungkin menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Oleh karena itu, agar menghasilkan peserta didik yang berkulitas, guru/pendidik harus menguasai dan menyadari bahwa aspek sosial budaya sangat berpengaruh dan berperan penting terhadap jalannya proses pendidikan.
Menurut Depdiknas, elemen penting budaya sekolah adalah norma, keyakinan, tradisi, upacara keagamaan, seremoni dan mitos yang diterjemahkan oleh sekelompok orang tertentu, Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan warga sekolah terus menerus. Perbaikan sistem persekolahan pada intinya adalah membangun sekolah dengan kekuatan utama sekolah yang bersangkutan.Perbaikan mutu sekolah perlu adanya pemahaman terhadap budaya sekolah.Melalui pemahaman terhadap budaya sekolah, maka berfungsinya sekolah dapat dipahami, aneka permasalahan dapat diketahui, dan pengalaman-pengalamannya dapat direfleksikan. Oleh sebab itu, dengan memahami ciri-ciri budaya sekolah akan dapat diusahakan tindakan nyata peningkatan mutu sekolah.
Dengan demikian sosial budaya menyangkut seluruh cara hidup dan kebudayaan manusia yang diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau pengembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar