TAHAP
DAN PROSES PERKEMBANGAN
A.
Pengertian
Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi
pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri
dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan
(aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation).
Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau
upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang
lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih
menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan
merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata
kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki
kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan
intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara
mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Didalam buku psikologi perkembangan karya
Prof.Dr.Kusdwiratri Setiono, Psi. menyatakan bahwa secara umum kognisi
diartikan sebagai apa yang diketahui serta dipikirkan oleh seseorang.
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya,
kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara
sederhana, pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif
dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta
kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya
kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum
yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam
interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif
adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan
pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana
individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai buku karangan
(Desmita, 2009).
B.
Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu
teori yang menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dengan dan
menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak
mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan
makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana
cara anak mengelompokan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam
objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek
dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif dalam
menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi.
Walaupun proses berfikir dalam konsepsi anak mengenai realitas telah
dimodifikasi oleh pengalaman dengan dunia sekitarnya, namun anak juga berperan
aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh melalui pengalaman,
serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia
yang telah ia punya.
Piaget percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang
menurut tahap-tahap atau priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut
teori tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan
kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur.
Perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan
diri dengan lingkunagn serta adanya pengorganisasian struktur berfikir. Sebagai
seorang yang memperoleh pendidikan dasar dalam bidang eksakta, yaitu biologis,
maka pendekatan dan uraian dari teorinya terpengaruh aspek biologi.
Teori Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini
yang menekankan pada proses mental. Piaget mengambil perspektif organismik,
yang memandang perkembangan kognitif sebagai produk usaha anak untuk memahami
dan bertindak dalam dunia mereka. Menurut Piaget, bahwa perkembangan kognitif
dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dengan
kemampuan bawaan yang bersifat biologis itu, Piaget mengamati bayi-bayi
mewarisi reflek-reflek seperti reflek menghisap. Reflek ini sangat penting
dalam bulan-bulan pertama kehidupan mereka, namun semakin berkurang
signifikansinya pada perkembangan selanjutnya.
C.
Tahapan Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, pikiran anak-anak dibentuk bukan oleh ajaran
orang dewasa atau pengaruh lingkungan lainnya. Anak-anak memang harus
berinteraksi dengan lingkungan untuk berkembang, namun merekalah yang membangun
struktur-struktur kognitif baru dalam dirinya. Piaget juga yakin bahwa individu
melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan
usia dan terdiri dari cara berfikir yang khas/berbeda.
Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Sensori Motor.
1. Tahap Sensori Motor.
Tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap
ini dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun
suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman
sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik.
Dengan berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
Piaget membagi tahap sensori motor ini kedalam 6 periode, yaitu:
a. Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan)
Dengan berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
Piaget membagi tahap sensori motor ini kedalam 6 periode, yaitu:
a. Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan)
Refleks yang paling jelas pada periode
ini adalah refleks menghisap (bayi otomatis menghisap kapanpun bibir mereka
disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada sumber rangsangan secara lebih
tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya disentuh, maka ia akan
menggerakkan kepala kearah kanan.
b. Periode 2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan)
b. Periode 2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan)
Reaksi ini terjadi ketika bayi
menghadapi sebuah pengalaman baru dan berusaha mengulanginya. Contoh: menghisap
jempol.
Pada contoh menghisap jempol, bayi mulai mengkoordinasikan 1). Gerakan motorik dari tangannya dan 2). Penggunaan fungsi penglihatan untuk melihat jempol.
c. Periode 3: Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan)
Pada contoh menghisap jempol, bayi mulai mengkoordinasikan 1). Gerakan motorik dari tangannya dan 2). Penggunaan fungsi penglihatan untuk melihat jempol.
c. Periode 3: Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan)
Reaksi sirkuler primer terjadi karena
melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri, sedangkan reaksi
sirkuler sekunder terjadi ketika bayi menemukan dan menghasilkan kembali
peristiwa menarik diluar dirinya.
d. Periode 4: Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12 bulan)
d. Periode 4: Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12 bulan)
Pada periode ini bayi belajar untuk
mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk mendapatkan hasil. Contoh: suatu
hari Laurent (anak Piaget) ingin memeluk kotak mainan, namun Piaget menaruh
tangannya ditengah jala. Pada awalnya Laurent mengabaikan tangan ayahnya. Dia
berusaha menerobos atau berputar mengelilinginya tanpa menggeser tangan
ayahnya. Ketika Piaget tetap menaruh tangannya untuk menghalangi anaknya,
Laurent terpaksa memukul kotak mainan itu sambil melambaikan tangan,
mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibaskan kepalanya dari satu sisi ke sisi
lain. Akhirnya setelah beberapa hari mencoba, Laurent berhasil menggerakkan
perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya dari jalan sebelum memeluk kotak
mainan. Dalam kasus ini, Laurent berhasil mengkoordinasikan dua skema terpisah
yaitu: 1). Mengibaskan perintang 2). Memeluk kotak mainan.
e. Periode 5: Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan)
e. Periode 5: Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan)
Pada periode 4, bayi memisahkan dua
tindakan untuk mencapai satu hasil tunggal. Pada periode 5 ini bayi
bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda untuk mengamati hasil yang
berbeda-beda. Contoh: Suatu hari Laurent tertarik dengan meja yang baru dibeli
Piaget. Dia memukulnya dengan telapak tangannya beberapa kali. Kadang keras dan
kadang lembut untuk mendengarkan perbedaan bunyi yang dihasilkan oleh
tindakannya.
f. Periode 6: Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan)
f. Periode 6: Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan)
Pada periode 5 semua temuan-temuan bayi
terjadi lewat tindakan fisik, pada periode 6 bayi kelihatannya mulai memikirkan
situasi secara lebih internal sebelum pada akhirnya bertindak. Jadi, pada
periode ini anak mulai bisa berfikir.dalam mencapai lingkungan, pada periode
ini anak sudah mulai dapat menentukan cara-cara baru yang tidak hanya
berdasarkan rabaan fisis dan internal, tetapi juga dengan koordinasi internal
dalam gambaran atau pemikirannya.
2.
Tahap Pemikiran Pra-Operasional
Tahap ini berada pada rentang usia
antara 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata
dan gambar-gambar atau simbol. Menurut Piaget, walaupun anak-anak pra sekolah
dapat secara simbolis melukiskan dunia, namun mereka masih belum mampu untuk
melaksanakan “ Operation (operasi) ”, yaitu tindakan mental yang
diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan secara mental yang
sebelumnya dilakukan secara fisik.
Perbedaan tahap ini dengan tahap
sebelumnya adalah “ kemampuan anak mempergunakan simbol”. Penggunaan simbol
bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:
a. Imitasi tidak langsung
a. Imitasi tidak langsung
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu
hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada lagi.
Jadi pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak pula dibatasi
oleh tindakan-tindakan indrawi sekarang.
Contoh: anak dapat bermain kue-kuean
sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi.
b. Permainan
Simbolis
Sifat permainan simbolis ini juga
imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami.
Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.
Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.
c. Menggambar
Pada tahap ini merupakan jembatan antara
permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis
terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar.
Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai
meniru sesuatu yang riel”.
Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.
Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.
d. Gambaran Menta
Merupakan penggambaran secara pikiran
suatu objek atau pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak bersifat statis.
Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali
gerakan atau transformasi yang ia amati.
Contoh deretan lima kelereng putih dan hitam.
Contoh deretan lima kelereng putih dan hitam.
e. Bahasa Ucapan
Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai
representasi benda atau kejadian. Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi
dengan orang lain tentang peristiwa kepada orang lain.
3. Tahap Operasi berfikir Kongkret
Tahap ini berada pada rentang usia 7-11
tahun.tahap ini dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan
pada aturan-aturan yang logis. Anak sudah mengembangkan operasi logis.
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
a. Pengurutan
a. Pengurutan
Yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek
menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda
ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling
kecil.
b.
Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
c. Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap gelas lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil
yang tinggi.
d.
Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e. Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran
dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang
ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas
lain.
f. Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim.
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim.
4.
Tahap Operasi berfikir Formal
Tahap operasional formal adalah periode
terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak
dalam usia 11 tahun dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini
adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara
logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Dalam tahapan ini, seseorang dapat
memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Dilihat dari faktor
biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan
besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif,
penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa
orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia
tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap
menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Pada tahap ini, remaja telah memiliki
kemampuan untuk berpikir sistematis, yaitu bisa memikirkan semua kemungkinan
untuk memecahkan suatu persoalan. Contoh: ketika suatu saat mobil yang
ditumpanginya mogok, maka jika penumpangnya adalah seorang anak yang masih
dalam tahap operasi berpikir kongkret, ia akan berkesimpulan bahwa bensinnya
habis. Ia hanya menghubungkan sebab akibat dari satu rangkaian saja. Sebaliknya
pada remaja yang berada pada tahap berfikir formal, ia akan memikirkan beberapa
kemungkinan yang menyebabkan mobil itu mogok. Bisa jadi karena businya mati,
atau karena platinanya, dll. Seorang remaja pada tahap ini sudah mempunyai
ekuilibrum yang tinggi, sehingga ia dapat bepikir fleksibel dan efektif, serta
mampu berhadapan dengan persoalan yang kompleks. Remaja dapat berfikir
fleksibel karena dapat melihat semua unsur dan kemungkinan yang ada. Dan remaja
dapat berfikir efektif karena dapat melihat pemikiran mana yang cocok untuk
persoalan yang dihadapi.
A.
Proses
Perkembangan Kognitif
Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui
tiga proses yang saling berhubungan, yaitu:
1. Organisasi
1. Organisasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget
untuk mengintegrasikan pengetahuan kedalam system-sistem. Dengan kata lain,
organisasi adalah system pengetahuan atau cara berfikir yang disertai dengan
pencitraan realitas yang semakin akurat. Contoh: anak laki-laki yang baru
berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan menggenggam objek. Setelah itu dia
berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini (menatap dan menggenggam) dengan
menggenggam objek-objek yang dilihatnya.
Dalam sistem kognitif, organisasi
memiliki kecenderungan untuk membuat struktur kognitif menjadi semakin komplek.
Struktur-struktur kognitif disebut skema. Skema adalah pola prilaku
terorganisir yang digunakan seseorang untuk memikirkan dan melakukan tindakan
dalam situasi tertentu. Contoh: gerakan reflek menyedot pada bayi yaitu gerakan
otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik.
2.
Adaptasi.
Merupakan cara anak untuk memperlakukan
informasi baru dengan mempertimbangkan apa yang telah mereka ketahui. Adaptasi
ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu:
a. Asimilasi
a. Asimilasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget
untuk merujuk pada peleburan informasi baru kedalam struktur kognitif yang
sudah ada. Seorang individu dikatakan melakukan proses adaptasi melalui
asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan informasi baru yag dia terima
kedalam pengetahuan mereka yang telah ada.
Contoh asimilasi kognitif: seorang anak yang diperlihatkan segi tiga sama sisi, kemudian setelah itu diperlihatkan segitiga yang lain yaitu siku-siku. Asimilasi terjadi jika si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang diperlihatkan adalah segitiga sama sisi.
Contoh asimilasi kognitif: seorang anak yang diperlihatkan segi tiga sama sisi, kemudian setelah itu diperlihatkan segitiga yang lain yaitu siku-siku. Asimilasi terjadi jika si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang diperlihatkan adalah segitiga sama sisi.
b.
Akomodasi
Merupakan perubahan yang terjadi pada
sebuah struktur kognitif dalam rangka menampung informasi baru. Jadi, dikatakan
akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui
akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami
perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Contoh: si anak bisa menjawab segitiga siku-siku pada segitiga yang diperlihatkan kedua.
Contoh: si anak bisa menjawab segitiga siku-siku pada segitiga yang diperlihatkan kedua.
c.
Ekuilibrasi
Yaitu kecenderungan untuk mencari
keseimbangan pada elemen - elemen kognisi. Ekuilibrasi diartikan sebagai
kemampuan yang mengatur dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan
dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Agar terjadi ekuilibrasi antara
diri dengan lingkungan, maka peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi
secara terpadu, bersama-sama dan komplementer.
Contoh: bayi yang biasanya mendapat susu dari payudara
ibu ataupun botol, kemudian diberi susu dengan gelas tertutup (untuk latihan
minum dari gelas). Ketika bayi menemukan bahwa menyedot air gelas membutuhkan
gerakan mulut dan lidah yang berbeda dari yang biasa dilakukannya saat menyusu
dari ibunya, maka si bayi akan mengakomodasi hal itu dengan akomodasi skema
lama. Dengan melakukan hal itu, maka si bayi telah melakukan adaptasi terhadap
skema menghisap yang ia miliki dalam situasi baru yaitu gelas. Dengan demikian
asimilasi dan akomodasi bekerjasama untuk menghasilkan ekuilibrium dan
pertumbuhan.
B.
Implementasi
Teori Perkembangan Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
Dalam hal ini, peran seorang pendidik sangatlah vital.
Beberapa implementasi yang harus diketahui dan diterapkan adalah sebagai
berikut:
1. Memfokuskan
pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di
samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak
sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan
dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri
dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget
penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak
didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan
lingkungan.
3. Tidak
menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak
seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam
kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang
melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan
kecepatan yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar