ILMU PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
A.
Hakikak Matematika dan IPA
1.
Hakikat
Matematika
Istilah mathematics
(Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico
(Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick (Belanda)
berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari
perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”.
Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya
yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).
Jadi berdasarkan etimologis perkataan matematika berarti “ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Berikut ini pengertian matematika
menurut para ilmuwan adalah:
a.
Menurut Johnson dan Rising (1972) Dalam bukunya mengatakan bahwa
matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik,
matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan
cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada bunyi. Reys (1984) Matematika
adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, serta suatu alat. Morris Kline. “Why Johnny can’t Add”. 1964. Matematika itu
bukan ilmu yang menyendiri, kering, menakutkan, dan dapat sempurna karena
dirinya sendiri, tetapi eksistensi matematika itu adalah untuk membantu manusia
dalam memahamidan menguasai permasalahan manusia itu sendiri dalam sosial,
ekonomi, dan alam.
b.
Menurut Gagne (1977), Matematika mempunyai cakupan objek yang
sangat luas
yang bersifat langsung dan terdiri dari fakta, konsep, skill
dan prinsip, serta yang bersifat tidak langsung seperti transfer
belajar, kemampuan inkuiri, kemampuan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan
penghargaan terhadap struktur matematika. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa matematika adalah suatu sistem lambang-lambang formal yang bersangkut
paut dengan sifat-sifat struktur dari simbol-simbol dan
proses pengolahan simbol-simbol yang diatur secara logis,
digunakan manusia untuk menafsirkan secara eksak berbagai ide dan menarik
kesimpulan.
c.
Carl Friedrieck Gauss dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1801
dengan judul Disquisitiones Arithmatics mendefinisikan “Matematika
adalah ratu
ilmu pengetahuan dan teori bilangan adalah ratu matematika”.
Dari pernyataan Gauss tersebut dapat diambil alasan-alasan sebenarnya, yaitu:
Matematika adalah ilmu yang sudah tua, hampir setua adanya manusia berfikir. Teori berhitung yang dikatakan oleh Gauss sebagai ratunya matematika itu, sudah tumbuh sejak manusia membutuhkan
perhitungan. Matematika tidak memerlukan ilmu pengetahuan lain dalam
pengembangannya, tetapi sebagai ratu dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan
lain. Matematika sebagai ratu dan ilmu yang baik, mengayomi dan melayani ilmu
pengetahuan yang lain sambil mendorong mereka berkembang lebih maju, dengan
menyediakan bagi mereka bagaimana cara berfikir yang sistematis dalam observasi
dan analisis data serta mengambil keputusan atau kesimpulan secara logis
sistematis.
d.
Menurut Hilbert, matematikawan dari Jerman
mengatakan matematika adalah sebagai sistem lambang yang formal sebab
metematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural dan simbol-simbol melalui
berbagai sasara yang menjadi objek matematika. Bilangan-bilangan misalnya,
dipandang sebagai sifat-sifat struktural paling abstrak yang dilepaskan dari
suatu arti tertentu dan hanya menunjukkan bentuknya saja.
e.
Russel mendefinisikan bahwa matematika adalah
sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat
dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang terkenal disusun baik
(konstruktif) secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks), dari bilangan
bulat ke bilangan pecah, bilangan rela ke bilangan kompleks, dari penjumlahan
dan perkalian ke diferensial dan integral, dan menuju matematika yang lebih
tinggi.
f.
Menurut James dan James (Erman Suherman, 2001), matematika adalah
ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah. yang banyak yang terbagi ke
dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Namun ada pula
kelompok lain yang beranggapan bahwa matematika adalah ilmu yang dikembangkan
untuk matematika itu sendiri. Ilmu adalah untuk ilmu, dan matematika adalah
ilmu yang dikembangkan untuk kepentingan sendiri. Matematika adalah ilmu
tentang struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan
ketat.
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang menggunakan
istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Ini
berarti bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep,
struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Ciri khas
matematika yang deduktif aksiomatis
ini harus diketahui oleh guru sehingga mereka dapat membelajarkan matematika
dengan tepat, mulai dari konsep-konsep sederhana sampai yang kompleks.
a.
Matematika sebagai ilmu tentang struktur
Suatu kebenaran dalam matematika dikembangkan berdasarkan alasan
logis. Namun cara kerja matematika terdiri dari observasi, menebak dan
merasa, menguji hipotesa, mencari analogi, dan sebagainya. Matematika dimulai
dari unsur yang tidak didefinisikan berkembang ke unsur-unsur pendidikan terus
ke aksioma atau postulat sampai ke dalil-dalil.
Unsur-unsur yang tidak didefinisikan merupakan unsur dasar dalam
komunikasi matematika, misalnya titik, bidang, himpunan, elemen, bilangan dan
sebagainya. Unsur-unsur yang tidak di definisikan ini eksistensinya diakui ada,
tetapi susah untuk dapat dinyatakan dengan suatu kalimat yang tepat, karena
unsurnya yang tidak didefinisikan ini kadang-kadang disebut unsur primitif (undefined).
Tanpa adanya pemikiran semacam ini matematika tidak akan terwujud.
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dapat dikembangkan
menjadi unsur-unsur lainnya yang dapat didefinisikan, dan unsur ini terbentuk
jelas karena adanya unsur-unsur yang tak didefinisikan.
Dari unsur-unsur yang tidak didefiniskan, unsur-unsur yang
didefinisikan dan aksioma-aksioma terbentuklah dalil-dalil atau teori-teori
yang kebenarannya berlaku secara umum dan kebenarannya tersebut dapat
dibuktikan secara deduktif. Jadi jelas bahwa walaupun matematika itu disusun,
berkembang dan ditemukan secara induktif dari observasi, coba-coba, eksperimen,
dan sebaginya, namun begitu pola atau dalil ditemukan maka kebenarannya harus
dibuktikan secara umum atau secara deduktif.
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat diagram berikut:
Contoh :
seorang siswa yang akan
mempelajari sebuah volume kerucut haruslah mempelajari mulai dari lingkaran,
luas lingkaran, bangun ruang dan akhirnya volume kerucut. Untuk dapat
mempelajari topik volume balok, maka siswa harus mempelajari rusuk / garis,
titik sudut, sudut, bidang datar persegi dan persegi panjang, luas persegi dan
persegi panjang, dan akhirnya volume balok.
Struktur matematika adalah sebagai berikut :
1)
Unsur-unsur yang tidak didefinisikan.
Misal : titik, garis, lengkungan, bidang, bilangan dll. Unsur-unsur ini
ada, tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya.
2)
Unsur-unsur yang didefinisikan
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan maka terbentuk unsur-unsur
yang didefinisikan. Misal : sudut, persegi panjang, segitiga, balok, lengkungan
tertutup sederhana, bilangan ganjil, pecahan desimal, FPB dan KPK dll.
3)
Aksioma dan postulat
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan unsur-unsur yang
didefinisikan dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau
postulat.
Misal : ~ Melalui 2 titik
sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis.
~ Semua sudut siku-siku
satu dengan lainnya sama besar.
~ Melalui sebuah titik hanya dapat dibuat
sebuah garis yang tegak lurus ke sebuah garis yang lain.
~ Sebuah segitiga tumpul hanya mempunyai
sebuah sudut yang lebih besar dari 900.
Aksioma tidak perlu
dibuktikan kebenarannya tetapi dapat diterima kebenarannya berdasarkan
pemikiran yang logis.
4)
Dalil atau Teorema
Dari unsur-unsur
yangtidak didefinisikan dan aksioma maka disusun teorema-teorema atau
dalil-dalil yang kebenarannya harus dibuktikan dengan cara deduktif.
Misal : ~ Jumlah 2
bilangan ganjil adalah genap
~ Jumlah ketiga
sudut pada sebuah segitiga sama dengan 1800
~ Jumlah kuadrat sisi siku-siku pada sebuah
segitiga siku-siku sama dengan Kuadrat sisi miringnya.
b.
Matematika adalah ilmu deduktif
Metode mencari kebenaran
yang dipakai oleh matematika adalah metode deduktif, sedangkan ilmu pengetahuan
alam adalah metode induktif atau eksperimen. Namun menacari kebenaran itu bisa
dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk
semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif. Dalam matematika, suatu
generalisasi, sifat, teori atau dalil itu belum dapat diterima kebenarannya
sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
Sebagai contoh dalam ilmu fisika,
bila dengan percobaannnya seseorang telah berhasil menunjukkan kepada kita
bahwa ketika ia mengambil sebatang logam kemudian dipanaskan dan memuai,
kemudian sebatang logam dipanaskan dan memuai lagi, dan seterusnya. Mengambil
contoh beberapa jenis logam lainnya dn ternyata selalu memuai jika dipanaskan,
maka ia dapat membuat kesimpulan atau generalisasi setiap logam yang dipanaskan
itu memuai. Generalisasi yang dibuat secara induktif itu dalam ilmu fisika
dibenarkan.
c.
Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan
Matematika disebut ilmu
tentang pola atau hubungan, karena dalam matematika kita sering mencari
keseragaman supaya generalisasinya dapat dibuat. Dalam mencari pola dan
hubungan itu kita perlu memperhatikan keteraturan, keterururtan, keterkaitan
(hubungannya), kecenderungannya (menebak, menduga), sehingga kita dapatkan
polanya atau modelnya dari konsep matematika tersebut.
Contoh 1
8 adalah jumlah bilangan prima dari 3 dan 7
24 adalah jumlah bilangan prima 7 dan 17
50
dalah jumlah bilangan prima dari 13 dan 37, dan setrusnya
Dengan menggeneralisasi contoh-contoh akan didapat pola atau
hubungannya, sehingga sampailah pada keyakinan kebenaran pernyataan : setelah
bilangan genap lebih besar dari dua dapat dinyatakan sebagai jumlah dari
bilangan prima.
Metode yang diatas
merupakan cara induktif, namun kegiatan ini merupakan langkah awal untuk
menemukan konsep-konsep matematika, artinya kita perlu hati-hati karena
kebenaran dengan cara demikian hanyalah kebenarannya yang bersifat kemungkinan.
Sedangkan langkah berikutnya adalah menguji kebenarannya secara deduktif supaya
generalisasinya dapat diterima dalam matematika.
d.
Matematika sebagai bahasa, seni, dan ratunya ilmu
Matematika merupakan
bahasa internasional, setiap jenjang pendidikan di negara-negara pasti mengerti
apa yang dimaksud dengan 3 + 6 = 9. Bahasa matematika ini untuk siapa saja dan
dimana saja pasti akan memiliki penegrtian yang sama. Jadi bahasa matematika
merupakan bahasa yang unversal berlaku secara umum yang sudah disepakati secara
internasional bagi mereka yang mempelajari matematika. Selain itu matematika
juga banyak menggunakan simbol ∞ √ ∫ ÷ ∑ dan lain sebagainya, simbol-simbol ini
padat sekali, yang artinya simbol ditulis secara singkat namun mempunyai makna
yang sangat luas.
Matematika dikatakan
sebagai seni, karena dalam matematika memiliki unsur-unsur keteraturan,
keterurutan dan ketetetapan (konsisten) seperti halnya seni, indah dipandang
dan dapat diresapi. Dan matematika disebutkan sebagai Ratunya Ilmu, artinya
bahwa matematika adalah bahasa yang tidak tergantung pada bidang studi lain
yang menggunakan simbol dan istilah yang cermat ya ng disepakati secara
universal sehingga mudah dipahami.
Ada pula buku yang
mengatakan bahwa Matematika sebagai ratu ilmu dimaksudkan bahwa matematika
adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain. Banyak sekali cabang ilmu
pengetahuanyang pengembangan teori-teorinya didasarkan pada pengembangan konsep
matematika. Sebagai contoh, banyak teori-teori dan cabang-cabang dari fisika
dan kimia (modern) yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep kalkulus,
khususnya tentang persamaan differensial. Contoh lain, teori ekonomi mengenai
permintaan dan penawaran yang dikembangkan melalui konsep fungsi dan kalkulus
tentang differensial dan integral. Dari kedudukan matematika sebagai pelayan
ilmu pengetahuan, tersirat bahwa matematika sebagai suatu ilmu yang berfungsi
pula untuk melayani ilmu pengetahuan. Dapat dikatakan bahwa matematika tumbuh
dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu dan sebagai penyedia
jasa layanan untuk pengembangan ilmu-ilmu yang lain pula.
2.
Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses,
sebagai produk dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan
ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk
menemukan pengetahuan baru.
Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan
yang diajarkan dalam sekolah atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur
dimaksudkan adalah metodelogi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu
(riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific
method). Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef, juga pernah menganjurkan
agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau
institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun inspirasi.
Sementara itu, menurut
Laksmi Prihantoro dkk., (1986) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu
produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan IPA merupakan
proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan
melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Pendapat dari Nash, L.K
dalam bukunya The Nature of Natural Science. Ia mengatakan
bahwa “Science is a way of looking the world” di sini sains atau IPA
dipandang sebagai suatu cara atau metode untuk dapat mengamati sesuatu, dalam
hal ini adalah dunia. Namun kata Nash selanjutnya cara memandang sains terhadap
sesuatu itu berbeda dengan cara memandang seorang filosof misalnya. Yang perlu
digaris bawahi dari pendapat Nash ini adalah bahwa IPA dipandang sebagai suatu
cara/suatu pola berpikir terhadap sasaran dengan seksama,cermat dan lengkap.
Kita tinjau lagi buku
karangan J.D. Bernal berjudul “Science in History” didalam bukunya Benal
mengatakan bahwa untuk menjawab pertanyaan “apa manfaat dan arti dari
IPA” itu jawabannya sangat berbeda-beda baik menurut kurun waktunya
maupun dari siapa jawaban itu datang. Sejarah sains itu dahulu artinya adalah
pengetahuan, atau pengetahuan umum yang berisi apa saja yang diketahui manusia.
JD Bernal menyarankan
untuk memahami sains atau IPA haruslah melalui pemahaman dari berbagai segi. Ia
menonjolkan 5 aspek yaitu IPA dipandang: (1) sebagai suatu institusi, (2)
sebagai suatu metode, (3) sebagai suatu kumpulan pengetahuan, (4) sebagai suatu
faktor utama dalam memelihara dan mengembangkan produksi, dan (5) sebagai salah
satu faktor utama yang mempengaruhi kepercayaan dan sikap manusia
terhadap alam semesta dan manusia.
Secara umum IPA meliputi
tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika dan kimia. Fisika merupakan salah
satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir
dan berkembang lewat langkah-langkah observasi,
perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui
eksperimen, penarikan kesimpulan,
serta penemuan teori dan konsep.
Dapat dikatakan bahwa hakekat fisika adalah ilmu yang
mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses
ilmiah yang di bangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai
produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip,
dan teori yang berlaku secara universal.
Pengertian IPA menurut
beberapa ahli sebagai berikut:
a. James B. Conant
IPA sebagai rangkaian konsep dan pola
konseptual yang saling berkaitan yang dihasilkan dari eksperimen dan observasi.
Hasil-hasil eksperimen dan observasi yang diperoleh sebelumnya menjadi bekal
bagi eksperimen dan observasi selanjutnya, sehingga memungkinkan ilmu
pengetahuan tersebut untuk terus berkembang.
b. Carin & Sound (1989)
IPA adalah suatu sistem untuk memahami alam
semesta melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol.
c. Abruscato (1996)
Dalam bukunya yang berjudul “Teaching Children Science” mendefinisikan
tentang IPA sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang
sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta.
d. The Harper Encyclopedia of Science
IPA sebagai suatu pengetahuan dan pendapat
yang tersusun dan didukung secara sistematis oleh bukti-bukti yang dapat
diamati.
Dari semua itu yang menonjol atau paling sering disebut dalam
berbagai pustaka adalah dua hal saja yaitu bahwa IPA dapat dilihat dari dua
dimensi yang pertama IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan ilmiah yang disusun
secara logis dan sistematis; yang kedua IPA dapat dilihat dari segi proses atau
metodologi untuk mendapatkan IPA itu.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi (depdiknas, 2003: 2) adalah sebagai berikut.
a.
Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b.
Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
c.
Mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang melek sains dan
teknologi.
d.
Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di massyarakat dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Dari fungsi dan tujuan tersebut kiranya semakin jelas bahwa
hakikat IPA semata-mata tidaklah pada dimensi pengetahuan (keilmuan), tetapi
lebih dari itu, IPA lebih menekankan pada dimensi nilai ukhrawi, di mana dengan
memerhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan
akan adanya sebuah kekuatan yang maha dahsyat tidak dapat dibantah lagi, yaitu
Allah swt.
Dengan dimensi ini IPA hakikatnya mentautkan antara logika-materil
dengan aspek jiwa-spiritual, yang sementara ini dianggap cakrawala kosong
karena suatu anggapan antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan
tidak mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Padahal
senyatanya terdapat benang merah ketertautan diantara keduanya.
3.
Hakikat MIPA
MIPA adalah singkatan dari
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Dimana penggabungan dari
dua cabang rumpun besar yaitu matematika dan
ilmu pengetahuan Alam. Tujuan dari penggabungan menjadikan satu rumpun
adalah agar cabang-cabang ilmu yang saling berkaitan itu dapat disaturumpunkan
hingga dapat saling menunjang satu sama lainnya dalam penyajiannya ataupun
pengembangannya.
Matematika timbul karena
pikiran-pikiran manusia berhubungan dengan ide dan penalaran.
Ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran manusia itu
merupakan sistem-sistem yang bersifat untuk menggambarkan konsep-konsep
abstrak, dimana masing-masing sistem bersifat deduktif sehingga berlaku umum
dalam menyelesaikan masalah.
Dari istilah, IPA (Ilmu
pengetahuan Alam) adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar
beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam,
peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul di alam. Sedangkan Ilmu dapat
diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi dari sisi
istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentangalam sekitar
beserta isinya.
Hakekat MIPA adalah Ide-ide yang
dihasilkan oleh pikiran-pikiran manusia yang bukan hanya bergelutik dalam hitung-menghitung saja tetapi juga berhubungan dengan ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya dan teknologi.
B.
Pendidikan
Matematika dan IPA
1.
Pengertian pendidikan
Pendidikan menurut Siswoyo (2007:
21) merupakan “proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri secara
utuh dalam arti pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan dan cara
komitmen manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta sebagai
makhluk Tuhan”.
Sugiharto
(2007: 3) menyatakan bahwa “pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan
secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara
individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan latihan”.
Dari
definisi di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan tidak hanya menitik beratkan
pada pengembangan pola pikir saja, namun juga untuk mengembangkan semua potensi
yang ada pada diri seseorang. Jadi pendidikan menyangkut semua aspek pada
kepribadian seseorang untuk membuat seseorang tersebut menjadi lebih baik.
Hakikat
proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu atau
kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati berdasarkan agama, filsafat,
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Menurut
pandangan Paula Freire pendidikan adalah proses pengaderan dengan hakikat
tujuannya adalah pembebasan. Hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk mendidik
diri sendiri.
Dengan
demikian hakikat pendidikan adalah sangat ditentukan oleh nilai-nilai, motivasi
dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Maka hakikat pendidikan dapat
dirumuskan sebagi berikut :
a.
Pendidikan merupakan proses interaksi
manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan
kewibawaan pendidik.
b.
Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek
didik menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat.
c.
Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan
pribadi dan masyarakat.
d.
Pendidikan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu.
2. Pendidikan MIPA
MIPA sebagai suatu
kumpulan mata pelajaran, hendaknya jangan hanya dipandang sebagai sekumpulan
informasi hasil kajian orang terdahulu yang harus diteruskan kepada peserta
didik, tetapi harus pula dipandang sebagai alat pendidikan yang potensial dapat
memberikan uriman (sumbangan) nyata untuk perwujudan manusia Indonesia yang utuh.
Pendidikan MIPA
menghendaki pendekatan–pendekatan tertentu dan metode–metode tertentu yang
sesuai, serta sarana yang mendukung untuk memantapkan berbagai konsep MIPA pada
anak didik,
a.
membuat
mereka mampu berpikir kritis,
b.
menggunakan
nalar (akal budi) mereka secara efektif dan efisien.
c.
menanamkan
benih sikap ilmiah pada diri mereka
Dengan ciri perilaku ini, lulusan sekolah menengah atas
akan merupakan potensi tenaga kerja berkualitas yang merupakan sumber daya
manusia bagi pembangunan.
3. Perkembangan pendidikan MIPA
Perkembangan pendidikan
MIPA pada jenjang sekolah menengah di abad 20 mendapat tantangan seiring dengan
terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan politik. Perkembangan ilmu
pengetahuan pada abad 20 ini sangat pesat dan jumlahnya berkembang secara
eksponensial (Karim, 2001). Diperkirakan penambahan ilmu pengetahuan menjadi
dua kali lipat setiap 8 bulan. Selain perkembangan ilmu pengetahuan, politik
negara Indonesia pada abad 20 mengalami perubahan seiring dengan terjadinya
transisi dari orde baru yang cenderung otoriter dan sentralistik kepada oerde
reformasi yang demokratis dan desentralisasi.
Perkembangan bidang MIPA
sudah dapat dibuktikan dengan adanya beberapa penelitian di Indonesia yang
dilakukan oleh ahli masing-masing bidang MIPA. Beberapa contoh hasil penelitian
berkembang dari ilmu MIPA, diantaranya pada bidang Fisika telah dibuat
spectrometer fotoakustik untuk mendeteksi gas lacakan (trace gas) yang
dihasilkan pada proses metabolisme tanaman (Zahara, dkk. 1996). Pendeteteksian
ini didasarkan pada konversi energi radiasi cahaya menjadi bunyi melalui proses
serapan resonansi radiasi inframerah. Pada bildang lainnya (Biologi, Kimia, dan
Matematika) memiliki beberapa hasil penelitiannya.
Dalam antisipasi
pendidikan MIPA terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat ke
arah teknologi, maka timbul pertanyaan “Sejauh mana materi yang akan diberikan
kepada siswa tingkat sekolah menengah dalam mengimbangi perkembangan
pengetahuan yang pesat?” Hal ini menjadi pertanyaan, sebab siswa SMA merupakan
calon penerus generasi mendatang. Selain itu juga siswa SMA harus sudah
menentukan bidang profesi yang akan ditekuni pada tingkat pendidikan tinggi
(universitas). Oleh sebab itu siswa SMA perlu dibekali materi sesuai dengan
perkembangan ilmu. Pertanyaan lain yang timbul yaitu “Apakah materi selalu
berubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan?” Timbul paradigma baru
dalam antisipasi pendidikan MIPA, bahwa pendidikan MIPA harus lebih
mengutamakan pengembangan thinking skill
atau keterampilan berfikir dengan informasi esensial. Sebenarnya pengembangan
keterampilan berfikir telah dikembangkan pada kurikulum 1994, tetapi tujuan
yang diharapkan belum tercapai (Ibrahim, 1998). Salah satu kendala pada
kurikulum MIPA adalah kesenjangan antara dokumen kurikulum tertulis dengan
implementasi kurikulum di sekolah. Hal ini diakibatkan oleh adanya distorsi
pada waktu memasyarakatkan kurikulum. Jumlah lulusan yang menguasai
pembelajaran yang komponennya mencakup ranah kognitif dengan kategori
analisis-sintesis-evaluasi masih terhitung sedikit (Ibrahim, 1998). Hal ini
terbukti pada saat pemantauan, bahwa implementasi kurikulum belum dilaksakan
secara optimal di sekolah.
Distorsi yang terjadi
antara kurikulum tertulis dengan implementasi kurikulum ini disebabkan oleh
adanya paradigma fungsi sekolah dan peran guru yang berfungsi sebagai penyampai
pengetahuan pada siswa. Paradigma ini harus diubah seiring dengan perkembangan
pengetahuan dari paradigma lama kepada paradigma baru, yaitu fungsi sekolah dan
peran guru sebagai pemberdaya pengetahuan dan pembelajar. Dalam hal ini dari lembagai
LPTK (yang menghasilkan guru) dituntut suatu peran dalam mengubah paradigma
tersebut.
Pengaruh politik terhadap pendidikan MIPA pada masa transisi
sangat besar, dimana pada proses transisi ini terjadi perubahan paradigma
kurikulum yang berlaku pada masa orde baru semasa orde reformasi (Karim. 2001).
Pada masa orde baru pengambilan kebijaksanaan ditentukan dari pusat, yang
kemudian harus dilaksanakan di daerah. Tetapi pada orde reformasi sudah terjadi
desentralisasi. Dalam konteks kebijaksanaan otonomi daerah yang diberlakukan
sejak Januari 2001, telah terjadi pergeseran peran utama dalam pengembangan
kurikulum MIPA. Pusat hanya berhak mengembangkan Standard Nasional yang
meliputi standar kompetensi dasar, standar materi dan indikator penilaian.
Sedangkan daerah memiliki kewenangan lebih luas dalam mengembangkan dan
menjabarkan menjadi silabus yang operational. Dalam mengembangkan dan
menjabarkan kurikulum di daerah, perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain
karakteristik pembelajaran dan kebutuhan tingkat daerah, regional, nasional dan
global.
4. Hakikat guru dan tugas guru MIPA
Makna guru selalu dikaitkan dengan profesi yang terkait dengan
pendidikan anak di sekolah, di lembaga pendidikan, dan mereka yang harus
menguasai bahan ajar yang terdapat dalam kurikulum. Secara umum, baik dalam
pekerjaan ataupun sebagai profesi, guru selalu disebut sebagai salah satu
komponen utama pendidikan yang sangat penting.
Guru, siswa, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama dalam sistem
pendidikan nasional. Ketiga komponen pendidikan tersebut merupakan conditiosine
quanon atau syarat mutlak dalam proses pendidikan sekolah. Melalui mediator
yang disebut guru, siswa dapat memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah
dari kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal.
Guru
adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat
belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, baik
yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat atau swasta. Dengan
demikian, guru tidak hanya dikenal secara formal sebagai pendidik, pengajar,
pelatih, pembimbing, tetapi juga sebagai social agent hired by society to
help facilitate members of society who attend schools12, atau agen
sosial yang diminta masyarakat untuk memberikan bantuan kepada warga masyarakat
yang akan dan sedang berada di bangku sekolah.
Sejalan dengan pikiran pokok di
atas, tugas guru MIPA tidak hanya sekedar mengupayakan diperolehnya berbagai
pengetahuan dan ketrampilan dalam MIPA dikalangan peserta didik. Lebih penting
dari itu, seorang guru MIPA hendaknya dapat mendorong berkembangnya pemahaman
dan penghayatan akan prinsip – prinsip dan nilai – nilai IPA dikalangan peserta
didik dalam rangka menumbuhkan daya nalar, cara berpikir logis, sistematis dan
kreatif, kecerdasan, serta sikap kritis, terbuka dan ingin tahu.
Sehubungan
dengan itu, seorang guru MIPA :
a. Hendaknya
tidak sekedar menyampaikan informasi/ceritera tentang MIPA kepada peserta didik
tetapi betul – betul membimbing para siswanya berbuat sesuai dengan prinsip –
prinsip dan nilai – nilai yang terkandung dalam MIPA.
b. Dengan
kata lain, guru MIPA hendaknya dapat membawa peserta didiknya untuk menjalani
proses MIPA itu sendiri melalui kegiatan pengamatan, percobaan, pemecahan
masalah, diskusi dengan teman – temannya dan sebagainya.
c. Dapat
menumbuhkan kesenangan belajar MIPA dikalangan peserta didik. Ini akan besar
pengaruhnya terhadap pencapaian hasil yang diharapkan dari pengajaran MIPA
d. Hendaknya
memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga tidak segan mengakui
keterbatasan pengetahuannya tentang hal – hal tertentu kepda peserta didik
tanpa mengabaikan tanggungjawabnya membantu mereka menemukan jawaban terhadap
persoalan – persoalan yang diajukan.
Selain itu, menurut National Science Education Standart
(1998) dalam Lufri (2008) memberikan empat standar Program Pengembangan
Profesional Guru Sains, yaitu perlu:
a.
Standar 1. Mempelajari isi sains
yang esensial melalui perspektif dan metode inkuiri.
b.
Standar 2. Pengetahuan sains yang
terintegrasi, belajar, pedagogik, dan para siswa juga memerlukan penerapan
pengetahuan terhadap pembelajaran sains.
c.
Standar 3. Dibangun pemahaman dan
kemampuan belajar seumur hidup
d.
Standar 4. Koheren dan terintegrasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar